Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari: Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari : Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Jumat, 28 Mei 2010

Hancur

Badai yang menerpa bumi
Air laut tertumpah ke pesisir
Ahli-ahli agama terjauhi para bocah
Pelajaran etika juga norma dalam agama coba disisihkan
Penerapan teknologi dicoba gantikan etika juga norma

Etika pelajaran asasi
BerTuhan terlalu pribadi
Surau kosong
Majlis terisi anak-anak masa lalu nan ujur
Gereja tak lagi nyanyikan pepujian
Dupa-dupa tak terbakar lagi
Kitab usang termakan rayap

Dunia hancur
Bumi lebur
Planet bertabrakan
Meteor berjatuhan dari langit
Manusia-manusia berlarian tunggang langgang
Pendosa terkubur di kerak kotor Tuhan

Pengharapan

Cempedak yang buat tersedak
Markisa yang buat mencinta
Salak yang buat terselak
Dirinya yang buat tergila

Larang

Dilarang bercinta di sini
Di sini sedang berduka
Kasmaran yang terlarang
Percintaan duka cita
Tutup kisah cinta

Demikianlah Adanya

Demi Adam kuberjalan
Demi Hawa maka kumencintaimu
Demi Tuhan kupegang buhul agama sangat kencang
Tak ada keraguan
Sedih yang senantiasa diabaikan
Aku manusia berhasrat yang beragama
Nilailah
Demikianlah adanya

Penantian Kekotoran

Lelah jiwa dalam penantian yang teramat lama nan panjang
Terpaku untuk penungguan yang terkadang menjemukan
Bosan saat tak kuasa menyapa
Letih tak bergairah
Dengarlah telinga-telinga
Gunakan mata hati-mata hati

Pipa-pipa rokok yang tak lagi mengepulkan asap rokok
Pengetahuan akan racun pada sebatang rokok
Menghancurkan meremukkan badan
Tak lagi mau menunggu bila tersiakan
Kecewa memahkotai sekujur jasad
Tak ada lagi yang harus diperbuat
Penantian yang berujung kelelahan ini sangat tak sepadan

Menelan tangis duka nestapa
Sesak lagi perih
Penguasa alam Maha Tahu yang tersembunyi
Mauinya tapi tak bisa
Rasa jahat melubang besar dalam rapuhnya penantian
Keindahan fana semoga tak membuat sesat
Beban yang berat serasa bukit menindih dada
Kesadaran samawi menahan rasukan hasutan kekotoran dalam penantian ini

Bintang tahu
Semesta juga paham
Melangkah tinggalkan penantian ilusi semu dunia belaka
Pelarian ini haruslah penuh restu Tuhan
Kecupan selamat tinggal tak sudi mendarat pada kening
Pipi ataupun mulut tak mau tersentuh
Sisi hati hitam mengigau mengharap terjamah
Berlari terus menghindar dengan airmata yang tak bisa tertahan lagi

Meninggalkan kerinduan semu menyakitkan sekali

Rabu, 26 Mei 2010

Bertegangan

Mata sipit mata yang bulat menarik
Pipi yang montok bibir merekah menggoda
Kulit badan bersih merangsang
Pantat yang berisi
Senyuman yang teramat manis
Betis juga lekukan paha yang menggiurkan
Badan yang berjalan tegap tak membungkuk bak mahluk kahyangan

Tutur yang santun
Segalanya membuat cinta
Merindu
Menyayang
Peluklah
Dekaplah
Sentuhlah
Sangat benar menginginkan

Perang Itu

Perang tak boleh menghukum bocah menjadi kejam
Bocah tak boleh kehilangan kegembiraan bermain
Perang yang susah

Bocah tak dapat tersenyum apalagi tertawa
Bocah ketakutan dan kebingungan
Apa yang diperebutkan
Penghormatan akan dunia yang sementara

Hidup selayaknya saling berdampingan juga hormat-menghormati
Perang yang buat bocah menangis dan trauma
Perang yang berdarah

Masa kecil yang tak miliki ruang berjelajah
Pembenaran yang dilontarkan atas perang tak serta merta perang terhalalkan
Perang bukan teritorial bocah

Apapun peperangan jenisnya selamatkanlah bocah dari sana
Penikmatan bocah akan perang suatu hal yang salah
Perang saling membunuh,
Perang penuh keculasan,
Ada kelicikan juga dendam ajaran jahatnya tentang perang

Tutup Usia

Kehilanganmu membuat lemas sekujur badan
Airmata menitik di kedua pipi
Kesederhanaan yang terpampang
Kebersahajaan yang termiliki
Segalanya akan merindu padamu

Lantunan lagu darimu
Tulisan sair yang lugas juga jujur tak tergurat lagi
Pita-pita hitam lantunkan sairmu saja
Kenangan abadi tentangmu
Lirik yang menyentuh tegas
Lirik yang sederhana mudah teringat

Kehilangan ragamu
Sairmu abadi bagi dunia

Tertawai

Kemiskinan yang dipertontonkan
Kemiskinan yang terdigitalkan
Marjinal terpinggirkan penguasa negara
Nurani penguasa hitam oleh globalisasi

Kemana lagi miskin-miskin hendak mengadu
Kala penguasa tergelak bersama hartawan-hartawan
Kemiskinan yang dijauhi bahkan ditenggelamkan
Membunuhi orang-orang miskin tapi tidak membunuh kemiskinan

Miskin yang terhapus beserta manusia-manusia
Penguasa tak berhati tertawai saja
Kemiskinan yang dijadikan pariwisata tanpa berniat membantu
Kegilaan dunia

Dunia yang tak berpihak pada kemiskinan

Marah Merah Putih

Katulistiwa yang kepanasan membakar pepohonan rindang para tetua
Asap mengepul menghalangi pandangan mata mengaburkan hari yang telah siang
Lelah menghentikan waktu yang tak bisa kuhentikan
Apalagi yang kau mau,setan
Terbakar membara terpanggang amarah tingkat tinggi

Keletihan
Kecapaian
Terkatung-katung
Termenung seperti patung

Enggan melepas status sosial
Takut kehilangan hak warisan
Harta yang tak akan dibawa ke liang lahat
Tak berani melangkah bersama
Tak berani mencoba berTuhan lebih kuat

Sampai kapan hidup berlumur dosa
Hidup bertopeng di tengah masyarakat
Manusia dapat terbohongi
Biarkan membara merah

Serasa ingin berlari tanpa henti
Robohkan dinding-dinding pembatas yang menghalangi
Usahlah menangis tersedu
Hakikat hidup di muka bumi bukan untuk bersedu sedan belaka

Menangis saja seperlunya dalam ayunan kaki yang terus berlari
Tersenyumlah dengan lebar kala temukan lentera hati itu
Marah merah putih beralih damai merah putih

Merendah

Ibadah pada Tuhan sungguh berat kala nafsu masih bercokol di badan
Menangis inginku saat sujud sembah yang ingin terantar serasa ada yang menahan
Masih belum sempurna beribadah

Masih belum puas berTuhan
Cukup menulis
Cukup berkeluh kesah

Keledai-keledai masih yang terbodoh
Manusia bukan keledai
Berubahlah sebelum kiamat tiba

Perbaguslah berkeTuhanan

Pembedaku

Saat hati dan pikiran tak bersinkronisasi lagi
Yang terucap bukan yang ingin dikatakan
Pulang kembali ke rumah setelah berkelana sendirian
Membenci penghuni rumah saat maumu tak terakomodir

Kini kau pulang walau tak tahu topeng apa yang sedang kau kenakan
Obrolanmu yang seolah menambah beban ayah ibu
Tangisan sesalmu yang palsu
Duniamu yang belum berkeTuhanan

Apalagi sekarang yang ingin kau paksakan
Pengakuan atas laku-laku laknat
Tangan dan mulut belum dapat merantaimu dari sesat
Kau terlalu berteman dengan manisan dunia

Semoga yang tersaji akan menjadi pembeda kelak di hadapan tuhan
Teguhku berTuhan
Teguhmu pada jalan setan

Minggu, 09 Mei 2010

Orkestra Hati

Nyanyikan sekali lagi lagu penggugah semangat
Bangkitkan lalu kobarkan semangat membara
Manusia-manusia yang memakai topeng kebagusan
Mulut nan lancang hati yang jalang
Robekkan lukai hati teramat perih

Hati bukanlah karang
Hati yang rapuh akan hasutan jahat
Kebaikan akan selalu menang
Kejahatan yang akan kalah
Kenyataanlah yang membuktikan
Kejahatan yang menikam kebaikan

Orkestra hati pembawa kejujuran tak pernah cukup
Hati yang kotor penuh nafsu
Mulut yang berkata-kata manis menipu
Simfoni tak sampai di kedalaman hati
Alunan orkestra terhalang dinding-dinding kesombongan
Dinding yang dibangun oleh sang tukang yang sangat lihai juga ahli
Dialah setan

Desa

Gunung yang megah
Sawah hijau membentang menunggu masa panen
Kabut pagi yang menggelitik sukma
Udara pagi yang membuat rindu sanubari tersepi
Tetangga yang ramah
Bergandeng tangan dalam bekerja
Jalanan desa laksana jalan bebas hambatan
Ternak-ternak turuti pemiliknya

Tak ada angkuh
Damai nan tenang suasana
Desaku yang desa
Tak mau keliling dunia
Dunia yang arogan

Singgah saja di desaku
Kemanapun jauh melangkah
Langkah rindu selalu akan desaku

Tekno Yang Melalaikan

Ada temanku yang terlalai akan pekerjaan
Temanku terlalu mashuk akan jejaring sosial pertemanan
Fokusnya pada tekno yang sekejap
Terbengkalailah kerja-kerja
Nasehat belum mempan menembus hatinya
Otak juga hatinya sedang asik bercanda dalam tekno

Berwaktulah temanku
Tekno yang mengguruimu
Seharusnya kaulah yang memegang kendali itu

Suara Keroncongan

Suara-suara kematian memanggil
Burung-burung bangkai menanti badan menjadi mayat
Lapar yang mengoyak tubuh
Tubuh yang hanya berbalut kulit bertulang
Perut membusung tapi bukanlah kekenyangan
Masih adakah remah-remah makanan yang tersisa
Air-air pelepas dahaga belum tertemukan

Di belahan dunia lainnya makanan juga minuman terhamburkan
Nurani yang belum terketuk
Berikan suapan-suapan kecil pada suara yang keroncongan
Sukurilah nikmat Tuhan yang terkecap
Linangan airmata belum cukup sukuri nikmatNya
Puji juga ibadah serasa belum cukup

Cukupilah kenyang atas suara keroncongan
Terbanglah menjauh burung-burung bangkai
Tubuh manusia bukan untuk santapan burung-burung terkejam
Atau hati manusia serakahkah yang kejam
Hati yang membuta walau mata melihat
Berakal tapi nol besar berempati

Serakah yang mengikat
Lupa diri juga egois bertahta di hati
Kejamnya manusia berhati neraka lebih rendah dari burung pemakan bangkai

Kamis, 06 Mei 2010

Jahat Yang Maya

Banyak pikuk yang merusak didalamnya
Goda-goda nafsu menyimpang menyelinap di sela-sela kabar berita
Banyak insan yang bukan sifati insan tak peduli berapapun usianya

Jahat-jahat dalam gelas maya merangsang lagi memabukkan
Mencari pegangan
Walau ada kesal meradang
Tak terbersit apa yang dikehendaki
Cacian tak layak disematkan
Matikan saja dunia maya jika masih menggoda
Dunia sementara
Nikmat-nikmat lenguh yang panjang nan fana

Pegang hati terdalam lalu rasakan Tuhan yang jangan sampai terbenam
Maya-maya harusnya berkarakter penuh faedah
Maya-maya janganlah seperti keharaman yang jaddah

Kau Bukan Sejatiku

Berharap banyak kau bisa menjadi penerangku
Kau yang mampu pelitai kisah hidupku
Nasehat-nasehat yang melantur kala hati membutuhkannya
Bila tak mampu berpetuah mengapa tak menjadi pendengar yang baik saja
Kita ternyata berbeda jalur
Tak kusesali mengenalmu
Kita berteman namun bukan yang sejati

Hewan Bukan Binatang

Bintik naluri yang memaksa untuk merubah keadaan
Walau bukan binatang insting telah membawa menjadi seperti hewan liar
Hewan yang berakal juga berperasaan
Telah lama ku mencari seorang bidadari
Untuk temani hidup ini
Dahulu campakkan setelah bercinta lebih dari semalam
Meminta kembali menggeleng tak mau

Bila terlalu memilih
Ku memilih yang berTuhan saja sekarang
Terlalu mengharap banyak kepada manusia
Pengharapan yang tersia nan kecewa
Peliknya mendapat teman sejati
Likunya mencari teman yang sehati
Yang kumau bukan jawaban menyakitkan hati
Yang kuinginkan petuah penuh renungan juga semangat
Ternyata betapa terjalnya pertalian
Hewan yang berasa bukanlah binatang

Berbeda

Matamu memancarkan perubahan
Tak akrab lagi
Kau pribadi yang tak kukenal
Seperti tercuci otak perilaku yang kau tunjukkan
Terlalu kaku dalam bersikap
Tak senyaman dulu
Dewasa bukan berarti melupa akan bersenang-senang
Ku tak mengenalimu lagi saat ini

Rabu, 05 Mei 2010

Suasana Hatiku

Pelukan sayang untuk anak
Kebahagiaan dan kebanggaan untuk anak
Tahta,harta kala tergenggam
Tangan tak saling bergandengan lagi
Kerenggangan ini tak membuat terkejut
Dunia berputar
Keduniawian di mulai perjumpaan lalu harus ada perpisahan

Kecewa manusia yang terkelola dengan baik
Kecantikan terbaik saat kumenikahimu
Kebahagiaan terhebat kala kau melahirkan anak pertama kita
Kesedihan terdahsat saat dunia kita hancur berkeping-keping
Kembang di taman layu dan mati
Kemana saja suara hati yang telah lama kunanti
Lorong-lorong gelap karena tak ada penerangan
Hati yang tertanam di jiwa tak boleh gelap
Pertambahan usia yang memapankan kehidupan
Bahagialah hatiku walau bagaimanapun dunia hampiri
Perasaan terdalam yang selalu berbisik jujur untuk lakukan yang terbaik
Logika yang hanya hasilkan rumus juga angka
Teori-teori hidup yang kadang penuh kebosanan
Menjemukan sekali penantian ini yang kadang jatuh lalu terjatuh kembali
Bosan memahkota
Datanglah lekas lentera jiwa
Terangilah kaki ini menuju kepada suara hati yang terjujur