Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari: Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari : Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Sabtu, 30 Oktober 2010

Matinya Keadilan

Tak bisa bergerak
Terkurung buntalan materi
Lidah-lidah yang bisa di bengkokan
Palu-palu keadilan yang dapat dipatahkan

Hukum milik yang pintar membalikkan kesalahan jadi kebenaran
Kebenaran tersimpan di peti terkunci rapat pada sudut ruang yang gelap
Tertawa bagi maniak kebengisan di dunia
Manusia bisa kau perdayai di dunia
Masih ada hari ahir
Bisakah kau berkelit di sana kelak?
Kuragukan itu

Makanlah kebencian Tuhan
Celakalah di dunia dan aherat bagi mereka yang mematikan api keadilan

Rindu Kesejatian

Tiada teman sepertimu
Ketulusan yang kau beri mampu tempati beku di hati
Rindu akan untaian itu
Walau kucoba menghapus tapi susah bukan kepalang

Kau yang telah berpusara mengiang di kepala
Perjalanan di dunia bagimu telah usai
Pelajaran darimu bagiku memahamiku

Ada mereka yang menguliti jiwa
Ada mereka yang selalu ada untukmu
Aku yang dahulu coba berkilah padamu
Tapi kilahanku benar adanya

Tempatku berpijak sekarang saat itu butuhkan pendorong semangat
Tapi setelahnya torehanku terpupuskan begitu saja
Kau yang berikan gambaran itu
Kumemahami arti kesejatian

Rindu akanmu
Rindu arti sebuah kesejatian hidup

Ternyata Kenyataan

Ternyata pertemanan kala susah dan dekat semata
Materi tereguk olehmu putuskan kisah-kisah meraih mimpi itu
Sakitkah diri?
Ternyata tidak
Pengalaman hidup telah menguatkan memberi pembelajaran

Diri bukan pendosa tapi kau memilih dalam berteman
Kewajaran saat dunia memenuhi kedua tanganmu
Kau hapus cerita-cerita
Ternyata diri tak sepertimu
Diri memegang jalinan teguh

Walau susah selalu mencoba
Namamu ada dalam daftar panjang teman yang menghapus kisah
Ternyata inilah kenyataan

Cempedak

Kegelisahan mengais relung jiwa
Terlihat benderang pada permukaan tapi keruh di kedalaman

Ibu Berbeda Kasih

Ibu berlain kasih seolah satu anak naikkan status sisihkan anak yang lain
Deminya salah-salah tak kentara
Amarahnya menciutkan nyali
Coba mengerti juga paham akan tabiat ibu

Ini bom waktu

Jangan panggil kala telah hengkang dari sisi ibu
Diri memaklumi tapi masih manusia yang miliki hati
Ibu manusia diripun manusia
Kelemahan manusia

Bahagialah dengan perbedaan kasih ibu

Belai Menipu

Terkurung tak ada celah melarikan diri
Terpesona tertipu akan indahnya pandangan dunia
Kemana langkah harus dituju?
Rantai-rantai mengekang kebebasan
Adakah Tuhan masih menerima?

Tidak Pernah

Takutkah pada dunia?
Kujawab tidak akan pernah takut terhadap apapun
Bersama Tuhan aku nyaman

Lebur

Nanah bercampur darah
Penuh penghianatan dan pertikaian
Saling menikam
Ilmu-ilmu agama telah profesor
Keprofesoran yang terbuang
Dosa-dosa terus dilakukan

Penguasaan dunia yang dibanggakan
Leburkan kaidah tentang lurus berTuhan

Semu

Tawa tapi sedih di dalam
Ceria tapi tangis di jiwa
Berseri tapi kelabu di sanubari
Nyeri bila terus berdusta tentang bahagia

KeTuhanan melalui jalan yang terjal
Cinta Tuhan sangat membutuhkan
Cintakah Tuhan pada diri?
Diri benar-benar mencintai Tuhan

Tabir Bayang-Bayang

Membuka lamunan dengan bergegas
Memilah hati untuk di telaah
Tak kunjung didapatkan
Serasa menguap saat dipegang
Fatamorgana bayang-bayang
Kesenangan yang semu belaka

Bidadariku

Bawalah aku ke surga dalam kepak-kepak sayap bidadariku di malam ini
Andaipun bidadariku terlupa di malam ini mungkin esok atau lusa dia akan membawaku
Perhentian terahirku surga
Beserta restu Tuhan ingin menjamah surga selamanya
Tak kuat menahan suluh api neraka

Bidadariku antarkan aku ke surga segera

Tingkah Setan

Membenarkan segala cara untuk kebahagiaan pribadi
Dobrak larangan agama agar nafsu-nafsu bejat tercukupi
Norma-norma hanya cukup sebagai pembelajaran di sekolah belaka
Dalam dunia nyata laku-laku langgar norma ditunaikan

Haruskah semuanya?
Menipu diri juga lingkungan
Tuhan tak bisa dibohongi

Tak Berdaya Sungguh

Kehilangan teman sangat meruntuhkan kedua tungkai kaki
Pengap dada lagi sesak
Mampukah berkunjung ke pusara
Menyebut namamu saja hati tak karuan
Sembab tertahan di kedua mata

Memang tidak sejati
Tapi saling mengerti
Dulu kukatakan "pulanglah kita rajut dari sana"
Teguhnya pendirian telah canangkan tekad
Lenyap tanpa di dekatmu

Hari inipun masih tak berdaya sungguh
Waktumu telah habis
Tapi belum tiba saatku
Petuahmu ada di benak selalu