Aku mencarimu pada dilema
Aku menunggumu pada derita
Mungkinkah kutemui berserakan pada bahagia
Kau pikir dirimu terbaik
Tapi realitanya tingkah lakumu tak lebih dari seonggok "taik"
Bertahun-tahun mendekatimu
Belasan purnama menguntitmu karena kumencinta
Ratusan bintang jatuh kumenanti agar kau mencintaiku
Telah kunyatakan perasaan
Tapi lacurnya dirimu seolah mempermainkan
Pergimu lalu kembalimu dan begitu saja terus berulang
Haruskah berhenti menyayangimu?
Kau tidak mencintaiku
Aku saja yang terlalu terbawa perasaan
Aku yang miliki pemikiran bahwa setiap orang itu baik
Tak pernah terbersit saat bertemu hakimimu sebagai seonggok keringnya sebuah "taik"
Tampilan
Iya, terpesona oleh sebuah polesan
Janji, perkataan bahkan tingginya gelar pendidikan
Omong kosong tertera saat bersinergi simultan
Rapuhnya karakter tercermin dari sebuah tingkah laku yang berlagak percaya diri namun belepotan
Bak pantat yang hanya di lap selembar kertas basah setelah hajat
Semua yang kau lakukan itu jahat
Pergimu setelah di hatiku telah memahat
Terhuyung pada manis mulutmu meski sesaat
Masa lalu merindumu masih tertancap
Meski sekejam hatiku menolak kau yang terbaik
Tetap saja wangi aromamu tak sama dengan seonggok "taik"