Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari: Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari : Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Senin, 25 November 2019

Tiada Kesungguhan

Melihat dengan mata sembab
Bicara dengan mulut serak
Bernafas dengan hidung tersumbat
Mendengar dengan telinga tertutup cairan
Memegang dengan kedua tangan masih terkepal
Berjalan dengan kedua kaki yang masih terdiam

Lalu merasa dengan hati yang terkunci

Tiada kesungguhan
Semua hanya sebuah retorika
Sebuah drama sedang di panggungkan

Duniamu yang penuh kedustaan lagi pura-pura

Cintamu Sebuah Oase

Mencintaimu diriku bak seekor lalat
Dirimu yang disukai banyak kekasihmu
Aku bak seekor lalat bersama gerombolannya
Menyukai dirimu yang seperti kotoran

Kau kotoran
Kau datang saat sedang bersama yang lain
Kau pikir gurun tak indah bila tanpa oase
Kau pikir dirimu kehausan cinta
Tapi apapun alasannya tak boleh kau mempermainkan rasa
Muak terasa bertemu denganmu
Kau bak bajingan terkotor

Jangan paksa untuk menaiki angkutan umum
Tak terbiasa katamu
Kau hanya ingin menaiki kendaraan hanya berdua
Kau tak terbiasa karena trauma menaikinya
Kita memang berbeda
Cinta kita berbeda

Kau datang padaku saat kau masih bersama yang lain
Sedangkan diriku mencari serta menantimu pada ratusan purnama yang tak pernah bisa terhitung

Dirimu terlihat bak sepotong roti yang segar nan renyah tetapi terasa busuk lagi basi saat dikunyah

Kau mencintai dengan caramu sendiri
Tapi ku merana pada cara mencintaimu
Cintamu memang seperti oase

Malam Sendiri

Terjadi lagi
Seperti hari-hari sebelumnya
Malam tanpamu
Malam tanpa sentuhanmu
Malam tanpa cintamu
Dan tak bisa lakukan apa-apa
Karena dirimu seperti tak peka
Menyepi
Menyendiri
Menanti
Menunggu kau mencintai

Rabu, 20 November 2019

Tuhan Dalam Lirihku

Berhentilah berkelakar
Semua perasaan yang kunjung tak menentu
Berdegup kencang di dalam dada
Dan sekali lagi kukatakan
Entahlah!

Potret seperti apalagi yang hendak dilukiskan
Jengah
Resah
Semua rasa berkecamuk
Kepalapun terasa pening
Jantungpun berdegup kencang

Mengingat Tuhan menjadi sebuah obat
Menyebut Tuhan menjadi sebuah kebutuhan

Mengingat Tuhan maka inginkan hati menjadi tenang

Mencintai Angin

Bila kujatuh cinta maka inginnya dirimu
Bila kujatuh hati maka maunya dirimu
Bila ku telah merindu maka yang kupuja bercinta denganmu
Alampun menebar bisik-bisik cinta
Angin sekedar membawa pesan
Pesan yang tak pernah tersampaikan
Dirimu seolah tak mengenali untuk geliat hasratku
Kau sibuk menggeluti cumbu-cumbu asmara bersama yang lain
Obrolan cintamu bak oase
Menentramkan tetapi tak kunjung menjadi kenyataan
Ucapanmu membuat perasaan membumbung ke angkasa
Lalu kau biarkan diriku terbang sendirian
Menunggu dirimu bak keledai dungu
Tak bisa mengelak
Walaupun kau sedang mencumbui di depan mata
Mungkin bodohnya cinta
Mungkin butanya cinta
Bila telah jatuh cinta
Maka rasa-rasa pada semua laku tak berlogika seolah terbenarkan
Mencintaimu teramat sangat
Maka
Benarlah sepenggal lirik lagu
"Benci untuk mencinta"

Senin, 18 November 2019

Cintamu Tak Terasai

Aku yang melihatmu
Aku yang senantiasa memperhatikanmu
Setiap kehidupanmu berusaha kuikuti

Aku yang melihatmu saat berada di atas tunggangan bermesin
Jantungku berdebar ingin menyapa tapi tak kuasa
Karena kau tak merasa
Tak sedetikpun kau melirikku
Walaupun sepanjang ratusan hari ku selalu memikirkanmu

Bagaimana bila kau mati lalu tiba-tiba ku benar-benar jatuh cinta padamu?
Tegakah dirimu melihatku menangis karena patah hati?
Tak bisakah luangkan sejenak untuk saling mencinta dan bercinta?

Telah lama memujamu
Telah lama mengikutimu
Hingga es krim pada pegangan tangan ini telah lama mencair

Kau bagiku bukan cinta sesaat
Kau bagiku bukan cinta yang tak bermanfaat
Kau bagiku merupakan cinta pertama dalam rasa yang berbeda

Aku mencintaimu tetapi hingga saat ini kau tak juga mau merasainya

Maafkan Telah Memaksa

Pantaskah memaksa Tuhan?
Sungguh penuh rasa malu
Saat dedoa tercurah pada Tuhan
Menengadahkan kedua tangan pada Tuhan
Berharap untuk dirimu dan cintamu menjadi milikku
Dalam sekat
Iman yang menjadi pembeda
Terasa perih teramat kentara
Menjadi pejuang cinta dunia
Selaksa kebodohan menggelayuti jiwa juga pikiran
Saat memaksa Tuhan agar dirimu menjadi milikku
Maafkanlah, Tuhan!

Seharusnya tak seperti itu
Seharusnya tak mencintai dunia secara membabi-buta
Dan tak mau mencari lagi pembenaran untuk semua yang kulakukan

Dalam keimanan nan rapuh
Dalam ketaqwaan yang tertatih
Mencoba menguat dalam iman

Maafkan telah memaksa dalam dedoa
Seharusnya tak begitu

Mencintaimu tapi lebih mencintai Tuhanku

Mencintai Senja

Menanti senja untuk malam
Menanti malam di kala senja tiba
Tetapi saat malam tiba semua porak-poranda
Malam yang teramat merindu tapi tak ada siapapun untuk bercinta
Haruskah tetap menjaga senja agar rasa rindu tak pernah lekang?
Bak membasuh telepon seluler di bawah pancuran air
Berharap cemas apakah bintik-bintik rindu dapat terhapuskan?
Ataukah kerinduan ini akan menjadi rindu yang tak bertuan belaka?
Entahlah!
Hari ini merindu
Hari ini mencinta
Hari ini hati terpaut
Tapi kecintaan dunia mudah terkelupas
Saat ini hanya menikmati senja hari
Saat dimana merindukan suatu rindu pada malam pertemuan

Rabu, 06 November 2019

Tak Tertawa

Ironi
Getir
Tertawa dalam rapuh
Menggebu dalam letih
Mengelabui keadaan yang sesungguhnya
Saat tak ada lagi tali pengekang
Lalu memilih memeluk Tuhan dengan kesungguhan
Walau memang tak pernah mudah
Dunia yang dikelilingi para penikmatnya
Menepi
Dalam tawa yang terdustai

Senin, 04 November 2019

Ocehan Nerakamu

Tak tahu lagi mana yang harus kupercaya
Semua ocehanmu tak selaras dengan lakumu
Memang tak bisa melihat hatimu
Tapi seolah bisa merasakan gemeretak suara hatimu
Seperti ada itikad tak baik yang kau rencanakan
Dan tak pernah mau menjadi teman akrab ataupun saudara
Merayakan kepergiannya dirimu menyanyi
Dan betapa muaknya diriku mendengar kau bernyanyi
Mungkin terlalu sensitifku
Karena seorang teman melangkah pergi karena ocehanmu
Ocehan nerakamu
Tak hendak membalasku
Untuk apa?
Karena diriku berbeda dengan dirimu
Ocehan nerakamu
Bicaramu nyaris tak terdengar
Tawa-tawamu terdengar membahana
Merayu serta merajuk
Dirimu bak gambaran mereka yang dahulu pernah kutemui
Berpura empati
Berpura simpati
Tapi menggunting dalam lipatan
Biarlah alam yang menghukum
Biarlah Tuhan yang menegur
Tak mau diri menjadi bengis sepertimu
Ocehan nerakamu
Aku tak mendengar
Tapi Tuhan Maha Mendengar

Jumat, 01 November 2019

Kerinduan Lagi

Dan muncul lagi
Dan mencuat kembali

Tapi entahlah
Apakah masih pantas merindukanmu?

Terlalu
Dan tak bisa untuk bicara terlalu banyak
Tak untuk dituliskan dalam bentuk prosa

Tentang rasa
Biarlah menjadi sebuah misteri pada jiwa

Untukmu yang kini sedang berjauhan
Kerinduan ini memang tak pernah bisa padam

Dramamu

Ingin menulis
Tapi serasa kaku
Tak ada lagi kegembiraan
Tak ada lagi kesedihan
Semua tampak sama kini
Datar
Nyaris tak miliki rasa
Walau dahulu menggebu-gebu
Dunia bergerak
Dunia berubah
Dan duniamu memang terlalu penuh drama