Masih pantaskah kusebut nama Tuhanku?
Terlalu malu sungguh teramat besar rendah diri ini
Kerendahan diriku saat ingin menyebut asma Tuhan
Tapi sungguh dungu ingin mendekati Tuhan tapi dedosa masih saja terhirup
Lihatlah, Tuhan
Hanya nama Tuhan saja berani kupanggil
Memanggil nama-Mu terlalu kelu lidah ini
Teringat pada dosa-dosa yang masih saja kuperbuat dan kuulang
Merasa berkuasa
Tak mau mendengar nasehat kebajikan
Menganggap orang lain tak sama walaupun tahu hanya taqwa saja sebagai pembeda
Kotornya bahkan kasarnya ucap juga perangai
Masih pantaskah ku menyebut nama Tuhan?
Muhammad bin Abdullah sebaik-baik panutan
Kerinduan pada beliau sebatas dalam imajinasi
Sebaris hadits lalu setangkup firman coba dirajut
Karena ingin gagah berani saat mengucap nama Tuhan
"Hanya Kelembutan dengan bahasa kejujuran terdalam mampu menyibak relung-relung hati yang terkunci oleh gelap gulitanya perjalanan sakral kehidupan"
Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Kamis, 24 Agustus 2017
Sabtu, 19 Agustus 2017
Maaf, Belum Benar
Bila menjadi iblis maka peranilah
Bila menjadi malaikat maka peranilah
Tapi jangan sekali-kali berperan sebagai Tuhan
Karena Tuhanlah yang akan membasmi laku-laku tak benar
Sudah benarkah laku kalian?
Bila menjadi malaikat maka peranilah
Tapi jangan sekali-kali berperan sebagai Tuhan
Karena Tuhanlah yang akan membasmi laku-laku tak benar
Sudah benarkah laku kalian?
Aku Paling "Ter"-semuanya
Kamu tidak baik
Aku baik
Kamu tidak benar
Aku benar
Kamu tak jujur
Aku jujur
Segalanya tentang aku
Aku yang paling tahu
Segalanya tentang aku
Dunia tak berhak ikut campur urusanku
Hanya Tuhan yang berhak
Maka kebenaran terserah aku
Serasa menjadi "anak tuhan"
Kalian semua ingusan
Kalian semua hijau
Kalian yang tak bernilai di hati juga otakku
Lihatlah
Aku mendengarkan ocehan sambil tersenyum-senyum menahan ingus
Lihatlah
Aku berkata tak jernih pada mereka yang tak memihakku dan tak memilihku
Dunia yang coba diputar balikkan keadaannya
Dan merasa sungguh merasa Tuhan menyetujui
Ataukah ini hanyalah sebatas arogansi kekuasaan dan sejumput rendah diri belaka?
Aku baik
Kamu tidak benar
Aku benar
Kamu tak jujur
Aku jujur
Segalanya tentang aku
Aku yang paling tahu
Segalanya tentang aku
Dunia tak berhak ikut campur urusanku
Hanya Tuhan yang berhak
Maka kebenaran terserah aku
Serasa menjadi "anak tuhan"
Kalian semua ingusan
Kalian semua hijau
Kalian yang tak bernilai di hati juga otakku
Lihatlah
Aku mendengarkan ocehan sambil tersenyum-senyum menahan ingus
Lihatlah
Aku berkata tak jernih pada mereka yang tak memihakku dan tak memilihku
Dunia yang coba diputar balikkan keadaannya
Dan merasa sungguh merasa Tuhan menyetujui
Ataukah ini hanyalah sebatas arogansi kekuasaan dan sejumput rendah diri belaka?
Kamis, 17 Agustus 2017
Pemasungan Identitas
Dalam sedih ada bahagia
Menari saat para penyamun pergi
Rindu ayah
Rindu ibu
Saat kerinduan terhalang
Para penyamun yang penuh dusta
Bahasa cinta yang merangsang
Belas kasih yang ingin berbalas
Saat keluguan menjadi permainan
Saat terkuak semua tabir kesetanan
Merajang sebentuk kasih penuh belatung
Kasih sayang karena pemasungan
Rantai membelit hati juga badan
Tercekoki karena pemberian harta
Tak berkutik
Menari saat para penyamun pergi
Rindu ayah
Rindu ibu
Saat kerinduan terhalang
Para penyamun yang penuh dusta
Bahasa cinta yang merangsang
Belas kasih yang ingin berbalas
Saat keluguan menjadi permainan
Saat terkuak semua tabir kesetanan
Merajang sebentuk kasih penuh belatung
Kasih sayang karena pemasungan
Rantai membelit hati juga badan
Tercekoki karena pemberian harta
Tak berkutik
Rabu, 09 Agustus 2017
Sang Telunjuk
Saat sang telunjuk mengingatkan
Sang telunjuk tak berhak mengingatkan
Lalu terucaplah "silahkan pukul!"
"silahkan pukul!"
"silahkan pukul!"
"silahkan pukul!"
"silahkan pukul!"
"silahkan pukul!"
Hanya orang gila saja yang mengajak bertikai
Dan hanya orang gila saja yang menuruti ajakan pertikaian
Berlogikalah
Saat sang telunjuk menunjuk wajah
Ingatlah akan kelakuan busuk-busuk
Bertahun-tahun
Menari bersama setan-setan
Bumi melihat
Alam melihat
Saat kebusukan terbuka maka tak ada manusia yang bisa menutupi
Masih membeku nurani
Dan sang telunjuk akan menggugat kelak di hadapan Tuhan
Saat semuanya tak berdusta dan tak memutar-balikkan fakta
Menanti dan sungguh menanti saat masa penghakiman Tuhan
Sang telunjuk tak berhak mengingatkan
Lalu terucaplah "silahkan pukul!"
"silahkan pukul!"
"silahkan pukul!"
"silahkan pukul!"
"silahkan pukul!"
"silahkan pukul!"
Hanya orang gila saja yang mengajak bertikai
Dan hanya orang gila saja yang menuruti ajakan pertikaian
Berlogikalah
Saat sang telunjuk menunjuk wajah
Ingatlah akan kelakuan busuk-busuk
Bertahun-tahun
Menari bersama setan-setan
Bumi melihat
Alam melihat
Saat kebusukan terbuka maka tak ada manusia yang bisa menutupi
Masih membeku nurani
Dan sang telunjuk akan menggugat kelak di hadapan Tuhan
Saat semuanya tak berdusta dan tak memutar-balikkan fakta
Menanti dan sungguh menanti saat masa penghakiman Tuhan
Punggung Nama Besar
Aku berlari setiap ada masalah
Berlari saat lakukan dedosa tak berTuhan
Karena punggung ayah begitu bernilai
Ayah yang mempunyai nama besar
Perbuatanku mencabuli istri orang walau aku sudah miliki istri
Ucapanku menghina atasanku walau aku masih bekerja untuk atasanku sekarang
Aku akan bersembunyi di balik nama besar "ayah-ayah"ku
Karena setiap ada masalah lebih nyaman bersembunyi
Manusia-manusia yang tampak bodoh lagi dungu di mataku
Manusia-manusia yang tak berkelas dan tak layak memberi nasehat
Aku yang benar
Aku yang miliki kuasa
Hidup ayah ibuku karena aku sekarang
Dan gampang saja bila itu semua menurutku aib-aib
Maka agama akan kujadikan tameng pembenaran
Lalu perbuatan dan ucapanku tetap akan girang-gembira kulakukan lagi
Karena setan-setan seolah menari-nari penuh candu berarak bersamaku
Aku yang selalu benar
Karena duniapun tak berhak memberi nasehat padaku
Akulah "anak tuhan"
Aku dan punggung nama besar ayahku
Berlari saat lakukan dedosa tak berTuhan
Karena punggung ayah begitu bernilai
Ayah yang mempunyai nama besar
Perbuatanku mencabuli istri orang walau aku sudah miliki istri
Ucapanku menghina atasanku walau aku masih bekerja untuk atasanku sekarang
Aku akan bersembunyi di balik nama besar "ayah-ayah"ku
Karena setiap ada masalah lebih nyaman bersembunyi
Manusia-manusia yang tampak bodoh lagi dungu di mataku
Manusia-manusia yang tak berkelas dan tak layak memberi nasehat
Aku yang benar
Aku yang miliki kuasa
Hidup ayah ibuku karena aku sekarang
Dan gampang saja bila itu semua menurutku aib-aib
Maka agama akan kujadikan tameng pembenaran
Lalu perbuatan dan ucapanku tetap akan girang-gembira kulakukan lagi
Karena setan-setan seolah menari-nari penuh candu berarak bersamaku
Aku yang selalu benar
Karena duniapun tak berhak memberi nasehat padaku
Akulah "anak tuhan"
Aku dan punggung nama besar ayahku
Kau Masih Membekas
Hampir setahun kau pergi
Namun bayanganmu masih membekas
Pergumulan dalam pembicaraan
Saling memberi nasehat dan semangat
Keseruan dalam obrolan yang "tak berkelas"
Ada tawa juga cerita
Kepergianmu karena memang telah tiba masanya
Namun jalinan kita berdua tak akan pernah lengkang
Memang tak selalu tertawa saat bersama
Tapi itulah kehidupan
Kini saat ingin bertemu tak semudah membalikkan telapak tangan
Dirimu yang terkejar-kejar oleh waktu
Diriku yang terkadang lupa memiliki dirimu
Kau masih membekas hingga kini
( Untuk AY, semoga Tuhan selalu menaungi langkah kita berdua)
Namun bayanganmu masih membekas
Pergumulan dalam pembicaraan
Saling memberi nasehat dan semangat
Keseruan dalam obrolan yang "tak berkelas"
Ada tawa juga cerita
Kepergianmu karena memang telah tiba masanya
Namun jalinan kita berdua tak akan pernah lengkang
Memang tak selalu tertawa saat bersama
Tapi itulah kehidupan
Kini saat ingin bertemu tak semudah membalikkan telapak tangan
Dirimu yang terkejar-kejar oleh waktu
Diriku yang terkadang lupa memiliki dirimu
Kau masih membekas hingga kini
( Untuk AY, semoga Tuhan selalu menaungi langkah kita berdua)
Minggu, 06 Agustus 2017
Mata Keranjang
Matanya tajam melihat
Sorotnya menjengkelkan
Gerak tubuhnya membuat kesal
Dirinya bak "pemesum berjalan"
Walau aroma keTuhanan terbaju
Aroma busuk mata keranjang menyeruak
Bau busuk pornografi terpampang jelas di muka
Air liur menetes bak anjing liar
Terus mencari mangsa untuk bermesum
Menerjang bahkan menerkam siapa saja yang mengingatkan
Dirinya seorang mesum sejati
Dirinya Don Juan tak bermartabat
Seekor mata keranjang
Sorotnya menjengkelkan
Gerak tubuhnya membuat kesal
Dirinya bak "pemesum berjalan"
Walau aroma keTuhanan terbaju
Aroma busuk mata keranjang menyeruak
Bau busuk pornografi terpampang jelas di muka
Air liur menetes bak anjing liar
Terus mencari mangsa untuk bermesum
Menerjang bahkan menerkam siapa saja yang mengingatkan
Dirinya seorang mesum sejati
Dirinya Don Juan tak bermartabat
Seekor mata keranjang
Jujur Aku
Jujur aku takut kehilangan
Padahal sungguh mengerti bahwa "angin" tak bisa terpegang
Melihatmu kemarin dan tak tahu apakah marahmu sudah reda?
Tak tahu juga apakah kemarin mata juga hatimu melihatku?
Kemarahanmu padaku bak belati
Menancap lalu terlepas dan meninggalkan bekas
Dirimu marah karena puisiku
Dirimu tak nyaman karena puisiku terinspirasi darimu
Kau pergi
Kau menjauh
Dan jujur aku kehilanganmu
Padahal sungguh mengerti bahwa "angin" tak bisa terpegang
Melihatmu kemarin dan tak tahu apakah marahmu sudah reda?
Tak tahu juga apakah kemarin mata juga hatimu melihatku?
Kemarahanmu padaku bak belati
Menancap lalu terlepas dan meninggalkan bekas
Dirimu marah karena puisiku
Dirimu tak nyaman karena puisiku terinspirasi darimu
Kau pergi
Kau menjauh
Dan jujur aku kehilanganmu
Jumat, 04 Agustus 2017
Kelamnya Hatimu
Sungguh jahat bila kau itu
saudara sedarahku
Dan terucap lalu terbersit
di hati kau ingin melihat saudaramu menderita
Bukankah sebagai manusia
berTuhan tak boleh mendoakan keburukan?
Lalu ada apa denganmu?
Apakah kehidupanmu suram
lalu berimbas pada hatimu hingga kelam?
Catat kata-kataku
“Aku hanya mengingatkan dan
tak ingin sungguh melihat hidupmu sengsara”
Tapi seperti katamu
“manusia ada yang mendengar dan tidak mendengar”
Mungkin saat ini kau merasa
rendah diri dan malu
Aku sekarang pergi
menjauhimu karena tak mau terus berkonfrontasi
Bila tanpaku bahagia
hidupmu maka jalanilah
Karena bagiku terasa sesak
lagi menyakitkan tak bercengkrama
Jalanmu maka bertanggung
jawablah pada pilihanmu
Tak logis juga tak masuk
akal mencari para pendukungmu
Saat jasamu ingin berbuah
pamrih maka tercatatlah kelamnya hatimu
Kau bukan lagi manusia tua
bila tak respek pada semua kata indah
Terkadang kata-kata indah
tersampaikan secara perih
Terkadang karakter manusia
terlanjur perih saat berucap
Kau saudara terkelam dengan
jiwamu yang suram
Saat berkata di mulut dan
terbersit di hati “ingini hidup saudaramu berantakan”
Kusangka Kau Cintaiku
Apa kabar harimu saat ini?
Apa kabar hubunganmu
dengannya?
Mungkin terdengar basa-basi
karena ada sekelumit rindu bercampur cemburu
Kini berpapasanpun tak
saling memandang dan tersenyum
Kini tak lagi saling
mencuri pandang apalagi sekedar menyapa
Aku yang memperkenalkanmu
pada puisi
Dan kini kau rayu dirinya
dengan tulisanmu
Kau kemas tulisan rayuan
untuknya
Aku membaca
Aku melihat
Walau getirnya jiwa kucoba
hempaskan rasa dengan tawa
Saat coba kuungkit rindu
tiba-tiba kau menjauhiku
Dan itu sangat
menyakitkanku
Kusangka kau cintaiku
Kukira kau inginiku walau
dalam diam dan sembunyi dari dunia juga darinya
Kau masih tuliskan
kata-kata manismu untuknya
Dan aku membaca juga
melihatnya dengan teriris-iris
Kapan kau tuliskan rayuanmu
untukku?
Sungguh hanya ingin berdua
dan tak peduli kau masih bersamanya
Karena hanya ingin kau
tuliskan puisi cinta untukku
Patutkah Berbangga Karena Dunia?
Limpahan harta-benda
Mapannya kehidupan sosial
Tak sadarkah itu sekedar
sebuah istibraj?
Tuhan memberikan kesenangan
Tuhan ingin melihat
bagaimana reaksi pada sempurnanya kehidupan
Terkadang terlena lalu
berkecimpung dedosa dalam senangnya dunia
Patutkah berbangga karena
dunia?
Apa yang dibanggakan pada
semua dunia yang sementara?
Bila sempurna dan baik
hanya pandangan manusia saja
Karena baik menurut manusia
belum tentu baik di mata Tuhan
Karena tidak baik menurut
manusia belum tentu tidak baik di mata Tuhan
Dekatilah Tuhan dengan hati
Karena Tuhan Maha
Mengetahui isi hati
Asyik Menyembunyikan Rasa
Sang betina meninggalkan
sejenak anak beserta suaminya
Sang pejantan meninggalkan
sejenak anak beserta istrinya
Kedua sejoli memadu hasrat
dalam sebuah gubug
Kedua pasangan memacu
berpeluh di bawah rindangnya pohon
Di atas ranjang sebuah
penginapan hingga menimbulkan suara berderit-derit
Bertahun-tahun asyik lagi
khusuk menyembunyikan rasa
Lalu saat rasa terketahui
sibuk mencari sasaran tembak untuk menyalahkan
Gilakah rasa itu?
Dan jangan terperangah
kaget jika sekonyong-konyong ada yang mengetuk pintu
Lalu mengaku bahwa “anak
dari rasa tersembunyi”
Jangan sembunyi di balik
nama besar keluarga
Mungkin sang bentina dan
sang pejantan merasa rendah diri di hadapan nama besar keluarganya
Dan merasa keduanya
merupakan “pasangan yang tak berjodoh”
Sebuah ide gila yang terus
dipancangkan
Sejenak rehat karena rasa
sudah terketahui khalayak
Lalu tunjuk seseorang untuk
mengalihkan rasa yang coba disembunyikan
Merasa diri lebih tinggi
status sosial
Hei, gilakah?
Dalam Sang Esa ide status
sosial sudah sirna
Dan yang ada hanya jauhi
dedosa lalu patuhi Tuhan
Tanyalah jiwa
Rasa yang asyik
disembunyikan sudahkah “menyenangkan Tuhan?”
Kau Tak Berhak Hina Guruku
Sebodoh-bodohnya guruku
sungguh kau tak berhak menghinanya
Sehina-hinanya guruku
sungguh kau tak berhak mengetusinya
Dan kau lakukan itu semua
didepanku
Seakan kau lupa akulah
muridnya
Kau terus mengoceh dan
berkata semaunya
Hanya karena guruku tak
berada menjadi pendukungmu
Lupakah kau bahwa hanya
hati yang menangkap bahasa hati
Bagaimanapun sikapmu
Bagaimanapun perilaku yang
“seolah baik” kau praktekkan
Sekali lagi hanya hati yang
mampu membaca hati
Bila hanya penghormatan
manusia sungguh betapa rendahnya dirimu
Dan mulutmu sungguh tak
pantas berkata mencap guruku “sang pencapmu provokator”
Sudah bercerminkah hatimu?
Atau cermin hati nuranimu
retak
Hingga merasa hanya Tuhan
saja yang pantas menilaimu
Kau tak berhak hina guruku
Langganan:
Postingan (Atom)