Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari: Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari : Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Minggu, 29 November 2015

Dunia Yang Damai

Merintih
Pengkhianatan
Penyiksaan
Tipu muslihat penuh culas lagi kelicikan
Yakini apa yang harus diyakini
Tak kenal menyerah
Perang yang diletuskan para kaum penjajah juga "teman karib"nya
Perang itu bumerang bagi mereka sendiri

Pengetahuan yang tak pernah padam oleh bara penjajahan
Kebaikan yang selalu berkobar pada dada-dada peTuhan
Sejauh langkah berjalan ada hati yang akan merindu pada tumpah darah
Tak layak saling merusak tanah
Atas nama apapun tidak semestinya tiap manusia mengusik kebebasan hidup
Tak boleh mencuri apapun dalam bentuk apapun
Berkacalah bilamana mengakui segalanya namun bukan jiwa yang menggoresnya

Dunia yang damai tercipta tanpa penghancuran 

Sabtu, 28 November 2015

Saat Tepat Pergi Dari Kebusukan

Biarkan ia datang
Biarkan ia pergi
Bukan hak diri untuk melarang
Segala kehendak milik Sang Pencipta
Menyayangi saat bersama
Menghormati dan saling menghargai
Saling berbagi dan berusaha tepiskan semua hal busuk

Saling arahkan kepada jalan kebaikan
Namun terkadang ada intrik-intrik yang dihembuskan kaum luar
Dan bila pada akhirnya kebaikan kalah oleh kejahatan
Melepaskan rasa jahat
Menjauhkan semua rasa bebal itu
Hanya manusia berTuhan yang miliki ketulusan dalam kebajikan
Tiada topeng panggung
Tiada jubah keagamaan palsu

 Bila salah katakan saja salah
Jangan sembunyikan atas nama hubungan darah
Jangan berlagak ingin disegani karena jabatan juga usia
Cukup berTuhan saja yang teguh

Karena tidak ada yang abu-abu pada kebajikan keTuhanan

( inspirasi dari film cina wu xia (dragon))

Lelah Berjalan

Hari ini lelah sekali
Penat menderu-deru
Seperti tak berselera untuk apapun
Dan otak masih bekerja
Sukma tiada sinkronisasi

Sakit hati
Luka hati
Nyeri sekali
Segala jenis perih menikam tubuh

Tidurlah badan
Lepaskan segala kesah yang bercokol
Serahkan segala beban pada Sang Kuasa
Tidurlah dengan menyebut nama Tuhan
Istirahatlah sejenak

Berharap saat bangun semua kekuatan menyertai
Tuhan, dalam lemah diri ini sungguh tak berdaya

Jumat, 27 November 2015

Jiwaku Tak Berhatikah?

Aku yang tak punya hati terus memaksa
Masihkah ada celah maaf darimu?
Atau kita berdua terus lupa berlumpur dedosa?

Seolah tak akan pernah mati saja
Dedosa seolah kenikmatan
Segala nafsu terus direguk hingga nyaris tak tersisa

Ada wajah penuh masam
Ada sombong menggeliat pada jiwa
Perasaan diri ini paling sempurna daripada semua manusia

Tuhan hanya menjadi rutinitas tak meresap pada kalbu
Bicara dan terus bicara tanpa mau mengalah dan memaafkan

Jangan pernah ganggu duniaku
Aku yang sedang mabuk kepayang
Nafsu-nafsu gerogoti setiap sel juga setiap sendi badan

Aku sebenarnya membenci pada nafsu-nafsu ini
Aku sebenarnya menikmati pada nafsu-nafsu ini

Dirimu datanglah!
Dirimu pergilah!

Dan punya hatikah aku saat terus menikmati nafsu ini?

Haruskah Dilanjutkan?

Aku melihatmu tadi pagi
Kamu tak kenaliku
Lalu untuk apa hubungan ini dilanjutkan bila kamu tak tahu aku

Tiada cinta
Tiada rasa
Kamu berjalan terus menunduk melihat jalanan
Aku yang tersisihkan

Inginku memotretmu
Namun terlalu banyak kerumunan orang
Kamu tak tersenyum juga
Kamu yang terus berjalan tanpa merasakan aku yang kau lewati
Aku mengenalimu
Aku tahu nama juga parasmu
Dan kamu tak tahu aku

Lalu untuk apa hubungan ini dilanjutkan?

Rindu Pada Cinta

Menghunus galau dengan pedang paling tajam
Adakah gerangan dia mendekap rindu ini di sana?

Mencari sekumpulan rindu pada sekumpulan dunia
Saat rindu saling memuaskan terasa begitu nikmat
Tiba-tiba segalanya terputus begitu saja
Kepergiannya seolah semua rindu ini tak berarti
Wajah yang berharap rindu ini bisa saling terjawab kembali
Namun dirinya yang melupa
Saat bertanya tentang rindu sekali lagi dunia tak peduli

Hancur hati
Sakit hati
Berjalan tak melihat
Melangkah tanpa arah
Tuhan Pencipta Semesta biarkanlah saling memacu rindu
Antara diam dan ribut
Antara mau dan tidak mau
Masih merindu pada rindu bercinta

Rabu, 25 November 2015

Bulan Pemalu Di Musim dingin

Malam ini bulan purnama mengintip manja di belakang awan hitam
Gerimis iringi kemunculan sang purnama
Setengah berlari dalam melangkah
Ada hasrat untuk bersua denganmu
Lacurnya harapan ini dirimu tak tampak
Rindu bercintapun mengendap

Dan salahkan dia kembali atas cinta-cinta yang tak berdekap
Dia yang arogan lalu bertindak semaunya

Tempat peraduan telah di persiapkan
Dia memutuskan percintaan yang hendak disemai ini
Kesal lalu benci padanya atas percintaan yang tak pernah tertuntaskan
Marah padanya menjadi bahasa kewajaran
Pukulan ringan atas bicaranya seraya sorongkan matanya tajam menyinggung jiwa

Dia yang masih merasa berkuasa
Dia yang membawa penghormatan di luar hingga di dalam
Dia pecundang terbesar
Berlagak membahagiakan padahal hatinya terluka

Bodohnya mempertahankan jalinan tapi jiwanya retak
Selalu berkata semua dipertahankan demi manusia-manusia cilik

Ucapannya dungu
Berucap seperti itu tapi ada hati yang tersakiti
Dirinya yang tersakiti juga pada tubuh-tubuh yang lain

Percintaan yang sangat dirindukan
Malam ini dingin dengan bulan bak pemalu

Selasa, 24 November 2015

Bersembunyi Di Balik Penjajahan

Pertempuran milik siapakah ini?
Saat kedua kubu saling bertikai
Menyeringai penuh sinis
Kebencian menjadi bahasa paling penuh makna
Membunuh telah menjadi teladan yang harus dilaksanakan
Dibunuh atau membunuh dan hanya itu pilihannya

Pertikaian yang timpang
Saat dunia menjadi tak lagi aman
Saat keadilan hanya menjadi milik sebagian golongan
Bukankah penjajahan dengan dalih apapun sangat tidak di benarkan?

Saat segelintir "penindas" tersakiti semua bak menjadi malaikat penyelamat
Saat "yang terjajah" hampir musnah karena diberangus membabi buta dunia seolah tak melihat
Media-media menjadi alat penjajah semuanya membutakan nurani
Berkoar demi hak-hak asasi manusia
Bicara saja pada sampah
Mulut terkotor itu
Tangan kalian itu

Tuhan yang Maha Adil
Lenyapkan saja para penindas tirani pencipta pertumpahan darah ini

Senin, 23 November 2015

Pendosa Terlambat Bertaubat

Bicara tapi tak didengar
Mendengar tapi tak ada yang bicara
Menjauh dari jiwa yang gelap
Tak sudi terus-menerus berkubang dalam dosa
Semuanya terlihat abu-abu
Semuanya diam lalu pergi

Lantas tak bisa pergi kemanapun
Setiap gerak langkah telah terkunci
Segala arah tampak gelap
Menangis tak ada guna
Penyesalan yang dirajut kini semakin tak berarti

Sejauh apapun berlari tempat ini tak bisa dilepaskan
Dosa-dosa ini terlambat untuk memohon ampunan
Dan sungguh di sini tak berkutik dan tak berdaya pada sang penjaga
Sangat ketakutan saat Malik serta zabaniyah telah datang kembali

Berharap ada setitik iman di jiwa
Berharap sesegera mungkin pergi dari tempat ini

Sabtu, 21 November 2015

Kisahku Tetap Ada Walau Tanpamu

Langkah yang terayun sudah mati
Namun terlalu naif bila harus mati karenamu
Setiap perjalanan hidup ini akan menunjukkan cinta sejati
Mungkin terlalu buta oleh cinta yang kupercayai
Kenyataannya mencintai manusia tak selalu berbuah manis
Dan untukmu pergi sajalah

Berharap sepanjang hidupku ujung cinta kita bahagia
Namun sungguh cinta ini tak berTuhan
Lantas apa yang diharapkan dari cinta ini?
Kesetiaan lalu menjelma izin Tuhan atas nama percintaan ini
Mungkin tak seharusnya mencinta sekuat jiwa
Dan selayaknya hanya mencintai Tuhan saja

Bila Tuhan memberi jalan maka cinta ini harus berTuhan
Bila Tuhan tak berkehendak maka cintailah cinta kita masing-masing

Tanpamu mungkin akan limbung jalanku sementara
Tapi Tuhan selalu bersamaku

Tanpa cintamu bukan berarti dunia ini kiamat

Mencintalah dengan Tuhan maka berbahagialah selamanya

Kamis, 19 November 2015

Engkaulah Rinduku

Esok hari yang kumau membahagiakanmu
Nilai-nilai hidup yang kau ajarkan membekas di jiwa
Inilah aku yang teramat sangat menyayangimu

Rentetan suka duka kita hadapi bersama
Episode hidup kita bak sebuah film
Perjalanan hidup selalu akan membuat cerita
Tataplah wajahku ini karena di wajah inilah terpahat wajahmu
Impianku selalu banggakanmu sepanjang hidupmu
Nyamanlah dirimu dalam pelukan terhangatku
Ikrarku padamu saat ini tentang cinta juga rindu yang edelwess
Nyanyikan saja lagu bahagia karena bersamaku tak akan berair mata
Gugusan bintang tak sebanding dengan banyaknya kasih sayangmu padaku
Sempurnakanlah cinta kita
Inilah aku yang sekali lagi teramat besar cintaku padamu
Hari ini dan selamanya engkaulah titik puncak rinduku

Rabu, 18 November 2015

Sang Kubis

Kubis lucu dan hampir habis terpanggang rasa sadis

 Darah menjadi santapannya
Amarah menjadi pakaiannya 
Tak paham arah saat berjalan sendiri menuju kebaikan

Menggigil penuh payah
Sangat tak berdaya
Limbung badan dan butuh kawan bersandar

Gelap saat Tuhan tak menjadi kawan
Tertawa sembunyikan segala gejolak saat tak berTuhan
Rindu pada kawan yang membumi

Ajari tentang berTuhan
Sang kubis yang nyaris tak tersisa

( inspirasi dari film monster hunt)

Sabtu, 14 November 2015

Para Pelicik

Mereka tertawa lalu mentertawakan
Mereka menangis kemudian menyeringai penuh keji
Rasa yang mereka miliki tak berperasaan
Menohok penuh pukulan bertubi-tubi membiru melebam
Berjalan melenggang setelah berbuat salah
Bersembunyi memasang muka tak bersalah
Bersemangat menunjuk orang lain atas kesalahannya

Sungguh bersungguh dan teramat sangat picik
Kelicikan para kaum berhati iblis
Dan ini melelahkan

Semoga Tuhan menyadarkan mereka
Bila hati mereka telah membatu
Matikan saja lalu bakarlah mereka dalam neraka

(Cikampek, Jum'at.13 November 2015. 15.30 wib)

Matanya Tandaskan Cinta

Matanya mencoba tak menatap
Rindunya yang coba disembunyikan
Tingkahnya berlagak bak manusia sejati

Langkah yang "ditegaskan"
Dada yang "dibusungkan"
Suara yang "dibijaksanakan"

Matanya yang tak bisa berkata dusta
Raut wajahnya yang masih menyimpan sejuta penasaran
Mencoba dustai dunia namun cintanya tercetak tegas pada setiap gerak

Hatinya yang jelas tandakan cinta
Menantang diri dalam pergulatan jalanan
Dan diri menolak pada pertempuran tak bermoral itu

Tak pernah mau sedikit bagian tubuhnya menempel di tubuh

Menjauhlah lalu matilah dengan cintanya

(Cikampek, Kamis.12 November 2015. 16.40 wib)

Rasa Dahulu Terasa Kini

Malam yang kian beradu dengan kegelisahan
Berkutat dalam semua rasa yang dulu saling menjamahi
Dan senantiasa merindukannya dalam setiap hela nafas
Buih-buih asmara yang terpanggang dahulu sungguh nikmat
Norma-norma hanya menjadi wacana saja

Rasa yang dahulu kini entah raganya terbang kemana
Tuhankah kini yang raga itu pegang sekarang?

Entahlah,
Karena sejumput kabar darinya sama sekali tak pernah terdengar

Rasa itu dahulu sangat menggebu
Rasa itu masih terasa hingga kini

Bila tak takut pada Tuhan sudah kucari kau!

(Cikampek, Kamis.12 November 2015. 16.30 wib)

Rabu, 11 November 2015

Pertarungan Berlandaskan Benci

Bertarunglah para petarung dalam arena yang telah disediakan
Setiap pukulan dan lalu setiap tendangan juga terjangan untuk apa?
Tangkisan dan lalu kemenangan di atas kekalahan orang
Untuk apa kemenangan ini?
Tertawakah melihat orang yang menangis?
Bahagiakah atas penderitaan orang?

Hati yang gelap terkunci oleh rasa yang diliputi keserakahan
Mata-mata yang menatap tajam dan nanar memancarkan ketamakan

Lantas masihkah ingin melanjutkan bertarung di tengah arena ini?

Untuk apa kemenangan yang didapatkan bila harus ada darah juga kebencian?

Senin, 09 November 2015

Hidupi Kehidupan

Keresahan yang menjadi mahligai jiwa
Berlari namun tak kunjung temukan tambatan
Begitu banyak aral juga rintang menerjang
Semua lara tak pernah membuat badan ini menyerah

Tak mau berhenti pada kehidupan ini

Saat mata memandang ke sekeliling
Tampak dan selalu nampak hanyalah keluguan nafsu dunia
Lugunya nafsu menggoda untuk dijamahi
Nafsu-nafsu yang telah diboncengi oleh iblis-iblis

Tak mau menyerah pada tipu muslihat para iblis

Terkadang lelah tak berdaya
Ada tangisan
Sedikit ada senyuman
Inilah kehidupan

Minggu, 08 November 2015

Aksara Ilahi

Ada hati yang akan selalu sayangi kedua orang tua
Lapangkan hati lalu berusaha membalas semua kasih dan sayang
Ikuti jalan Tuhan bersama keduanya

Ibunda permata terindah ayahanda mutiara tak ternilai
Mau serta inginku keduanya berusaha mencukupinya
Akan selalu peduli serta sayangi mereka selamanya
Nilai balasan kasih sayangku tak akan sepadan dengan mereka

(ditulis bersama dengan Hayattun nufus) 

Hapus Namamu

Hina sehina-hinanya saat penghinaan menjadi pedang
Ada hati terluka saat ucap lebih tajam daripada belati
Yakini saja setiap sakit ini akan berbalas dari Tuhan
Yang Serba Maha akan menjadi hakim seadil-adilnya
Aksara menjadi tiada arti saat semua katanya menghunus sanubari
Tunjuk wajah ini dengan telunjuk lalu raut muka penuh marah
Upaya diri menjadi tak berdaya saat dirimu termakan bujuk tipu muslihatnya
Namamu seolah memudar dari dalam dada

Namamu yang dulu menjadi emas dalam guratan puisi
Ubah dirimu menjadi kebencian saat berkomplot pada kaum penghina
Fajar mengganti malam dan dirimu menghilang menyisakan perih pada jiwa
Usah datang kembali karena luka ini tak pernah bisa mengering
Seraut wajahmu perlahan memudar begitupun namamu entah siapa

Menepikan Amarah

Melihat dunia dari sudut pandang berbeda
Uang dan segala harta benda terkadang menipu daya
Hati terkotor tak akan mampu merengkuh cahaya Tuhan
Asap mengepul menjadi marabahaya penuh angkara
Masih terus menjaga langkah-langkah dalam berTuhan
Mencoba berTuhan walau sungguh tak pernah mudah
Alunan panggilan berTuhan terkadang tak meresap pada sukma
Diri yang terlalu bersenang-senang pada dunia nan sementara ini

Ada sakit menggigit saat sujud pada Tuhan terpinggirkan
Racun kesetanan terbalut pada waktu lalu terajut di segala aktifitas
Rindu pada Tuhan hanya mengendap begitu saja di badan
Amarah keduniawian telah menjadi pemantiknya
Surau dan rumah ibadah yang terlewatkan begitu saja
Ya, Tuhan dalam segala amarah ini ingin sebenarnya sujud
Ikuti jalan Tuhan dengan meneguhkan rasa taqwa
Diam saja dalam malam mencoba tepikan amarah lalu berTuhan utuh

Jumat, 06 November 2015

Malam Rintihan

Melengking suara penuh ketidak jujuran
Ada dusta dalam setiap langkah juga kata
Roti tak habis dimakan saat pagi karena terlalu pengap pada otak
Kalimat ini belum selesai tapi dirimu terlanjur bentangkan pembatas
Obor saat malam seakan tak menerangi jalan kerinduan ini

Rindu padamu hanya mampu dipendam dalam jiwa
Esok hari melihatmu berjalan dan mencinta dengan yang lain
Faktanya dirimu tak mau pada rinduku ini
Idealnya kecintaan memang sejatinya pada Tuhan
Aku yang setiap malam memanjatkan doa terbaik untukmu
Nyanyian rinduku tak mengapa bila tak bersambut darimu
Tak akan pernah memaksakan cinta bila ada hati yang kecewa
Oh, Tuhan dalam malam ini aku merintih sangat mencintaimu

Minggu, 01 November 2015

Mereka Jiwa Yang Cacat

Penghinaan-penghinaan ini
Pelecehan-pelecehan ini
Penistaan-penistaan ini
Semua laku yang merendahkan diri
Tak akan mampu membendung potensi

Sungguh telah kuat
Yang dilakukan sangatlah jahat
Bicaranya kebusukan telah mematri juga terpahat
Lihatlah pada nyawanya saat datang sekarat
Sesungguhnya para penghina sebenar-benarnya jiwa yang cacat

Ini kekuatan
Dan akan mampu bertahan
Tak sembunyi seperti para penipu peran
Inilah jati diri yang tak kalah terhadap kebencian
Karena inilah kekuatan dalam kehidupan

Mawar Tak Gelisah

Membawa sebongkah rintihan kerinduan
Utarakan suara hati mendesah setengah berharap
Hiasi hari tanpa cintamu menjadi tombak bermata runcing
Abaikan perih walau sakit terasa saat tak berpeluk
Masih saja memeluk rasa rindu ini
Melihatmu dari jauh dan tersenyum yang bukan untukku
Aku bahagia saat dirimu berlari dan tertawa senang
Dalam pekat malam semakin gelapkan kerinduan ini

Tak usah berbelas kasihan padaku
Arahkan saja rasa kasih sayangmu pada cinta sejatimu
Waktu yang akan membuktikan tentang kesejatian cinta
Api rindu yang semakin bergelora saat kau acuh
Kisah rindu yang tak hendak dipaksakan
Air mata tak lagi menetes pada pipi ini
Letih terus menerus berkutat pada rindu yang tak bisa kudekap

Gelisah dalam diam pada rindu yang tak tertahankan
Usia semakin bertambah tapi dirimu dan diriku terpisahkan
Setangkai mawar di genggaman tak sempat terberikan padamu
Tak mengapa berjalan tapaki setapak tanpa tubuhmu
Inilah rinduku dalam diam tak terbalas dan mencoba hapuskan kegelisahan ini