Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari: Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari : Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Jumat, 31 Mei 2019

Menunggu Detiknya

Rindu tapi tak berkutik
Cinta tapi tak berdaya
Sayang tapi tak dipekai

Menggulung perasaan
Perih sekali

Tolonglah!
Cintai lalu rasai dan saling memberi rasa

Kata-kata telah menjelaskan
Dan lelah terus berkata tak kunjung di rasa

Malam ini belum bisa tidur
Begitu dalam perasaan kehilangan teman baik
Teman baik tempat meminta nasehat kehidupan
Dan tentang cinta yang tak kunjung terjaring

Tertutup Daya

Saat semua pintu tertutup
Saat semua jalan telah dilakukan
Tapi semua langkah tak kunjung membuat indah
Maka biarkan kuasa Tuhan yang bekerja
Alam yang bicara
Sakit ini
Perih ini
Nyeri ini
Meluka di dalam hati
Berabad menahan goresan-goresan
Tak bisa lagi menjelaskan
Berpura bertukar pandangan
Tapi semua senjata telah dikokang
Omong-kosong
Dan tak bisa melakukan apapun
Menyerahkan semua pada Tuhan
Tak mau tertipu dengan manisnya laku
Busuknya jiwa terasa terbaca
Lakukan apapun yang di mau
Keadilan yang subyektif
Biarkan Tuhan yang menegurnya

Rabu, 29 Mei 2019

Kuasa Tuhan Semua Usaha Ini

Kantuk berkejaran
Pening menghantam kepala
Larut malam terus selesaikan pekerjaan
Tuhan Maha Tahu
Karena Tuhan bertahan
Karena Tuhan akhirnya diri bisa
Raga yang lelah
Jiwa yang sedih
Ada sejenak potret lara
Dalam tekanan yang membabi-buta
Senantiasa meniupkan nama Tuhan dalam langkah
Berlari dalam hening
Terduduk diam di ketinggian
Lalu bila semuanya diam
Maka para penculas akan bertindak sekehendak hati
Bersabarlah duhai jiwa yang tenang
Bila hari ini tak terselesaikan
Tunggulah pembalasan dari Tuhan kelak

Minggu, 26 Mei 2019

Menyalaklah!

Hei, anjing
Anjing teriak anjing
Bedebah tapi merasa dibedebahi
Menyalaklah!
Menggonggonglah!
Lebih keras
Gerakkan ekormu
Julurkan lidahmu
Goyangkan pantatmu
Anjinglah teman intim manusia
Bila di rumahmu tak ada cermin
Maka pantaslah kau menyalak seperti anjing
Ada anjing teriak anjing

Sabtu, 25 Mei 2019

Dunia Tak Menentu

Gonjang-ganjing
Mulut kambing
Bau pesing
Berputar seperti gasing
Mengepul memabukkan sebuah linting
Mendayu, merayu walau tak beranting
Berpikirlah tak menjadi seni bila tanpa canting
Berpijak pada sebuah ranting
Maka terjatuh dan terpelanting
Otak yang sinting
Tetaplah berpikir waras walau kondisi sulit dan genting

Kilauan Gemuruh

Ketika semua serba kikuk Etika yang menjadi tumpuan serasa buruk Violin memainkan merdu alunan Ikuti saja suara hati saat mulai menyayang Nyanyian nurani berpeganglah Gemuruh inginkanmu Ucapkan kerinduan yang mencabik-cabik Sejak awal berkenalan, cintapun telah meraja Tapi takut bilamana rasa ini tak kau kehendaki Intipi saja semua kehidupanmu dari kejauhan Aku yang tak mau kehilangan sosok dirimu Namun menunggu balasan rasa darimu bak guntur musim penghujan Sembilu menggurat kalbu Yang perihnya sama seperti silaunya menatap kilat petir Aku sedang fokus jatuh cinta padamu Heningnya jiwa walau kilau, gemuruh guntur juga suara biola ramai memekakkan suasana

Hembusan Penjilat Nurani

Dihembuskan angin-angin
Untuk sembunyikan bau menyengat yang sesungguhnya

Tak mau terpancing
Sadarlah!
Ucapan terbaiknya absurd

Lihatlah realitanya
Dirinya yang masih saja mengeruk dan jilati
Masih dengan masif mencoba jadi kesayangan

Bukalah nurani!
Pekalah mata hati!

Merasa tersakiti padahal dirinya yang menyakiti

Goncangkan nurani!
Jangan mudah percayai
Jangan mudah terprovokasi
Jangan mudah terhasuti

Saat penjilat sedang "mencuci tangan"
Saat para petopeng sedang mencari jalannya kembali

Sekali busuk maka akan mencandui kebusukan itu
Bagaimanapun penjilat nurani sedang hembuskan angin-angin

Resah Mencinta

Maafkan aku cinta
Terlalu riskan bercerita
Memajang potretmu karena begitu banyak kisah rahasia

Emosi jiwa sedang tak karuan
Hingga sesaat tak bergairah untuk makan
Sungguh tiada kesal dan jengkel yang melanda
Tak sedikitpun ingin ku menyakiti

Bahagia melihat yang berbahagia
Aku yang sedang berproses menata hati

Terima kasih untuk ajakan jamuan makan
Perjamuan yang saat ini tak sedang ku berselera

Berseliweran cinta
Dalam resah masih mencinta

Stempel Terbaik dan Teman Terbaik

Terbaik katamu?
Bila kehilangan rasa nyaman lalu kehilangan kebersamaan
Untuk apa stempel terbaik ini?

Gemeretak dalam jiwa
Ingin berbuat sesuatu tapi tidak dalam posisi bisa berbuat

Kekesalan lebih banyak daripada rasa senang
Untuk apa penilaian ini?
Bila semua tak lagi sama

Diri bukan petopeng
Membenci para petopeng

Hancur jiwa mendengarnya bila kehilanagn teman
Teman busuk memang ada
Tapi kehilangan teman terbaik lebih berharga

Dan sungguh tak peduli stempel terbaik ini
Berteman tanpa topeng lebih bernilai
daripada penilaian kumpulan angka terbaik

Ego Rindu

Kangen sekali
Sedang belajar merindukan
Entahlah, apakah di sana ia merindu juga?

Nama ini telah terhapus
Ingin sekali berjumpa
Luapkan resah yang telah lama tersimpan

Dorongan ingin bertemu
Dalam ruang
Dalam cuaca

Malu
Ego diri

Berikan petanda bahwa di sana pun merindu pada hal yang sama 

Jumat, 24 Mei 2019

Sabar Versus Setan

Piring
Nyaring
Berdering
Merdu suara seruling
Senantiasa mawas juga eling
Retak, pecah atau hilang di musim kering
Miring
Bertahan pada dunia yang sinting

Tipu Daya Cinta Dunia

Satu nama yang membuat benci
Satu suara yang terus menghantui
Salahkah bila terlanjur telah mencintai?

Rasa ini
Mengejawantah simultan dalam diri

Laksana sebuah mimpi
Mereka berpura dalam memberi
Akan tetapi saat membelakangi
Pada genggaman tangan ada pisau tajam terhunusi

Bak sebuah ilusi
Tapi tahu cinta ini tak sedang bermimpi
Perasaan kasih dan sayang seolah tak bisa terlepasi

Berlari
Sembunyi
Hanya terus menambah beban pada diri
Bergelantungan tiada daya dan lemah diri

Mereka cinta tapi dustai
Berbanding terbalik dengan jiwa ini
Jiwa yang tulus mengasihi

Dalam renung di malam hari
Terseok melukai
Cinta dunia telah melupai

Dalam sendiri
Terbujur mati
Membawa setitik kalam ilahi

Kamis, 23 Mei 2019

Selimut Malam

Aku sayang kamu!
Aku cinta kamu!
Tak mau kehilangan kamu
Lalu memilikimu dengan menyimpan sendiri rasa cinta padamu

Ingin bertemu
Lalu berdua denganmu
Dalam debar ingin peluk serta kecupimu
Maukah kamu?

Untuk berkata cintaimu
Ku meragu
Khawatir kau tak merasa
Tiadamu atas rasa suka serta cinta

Inginku sederhana
Bersamamu saling habiskan cinta
Walau bersembunyi dalam selimut malam
Penuh gairah dan peluh dalam debar bertemaram

Cintaimu
Bagaimana dengan dirimu?





Kecewa Pada Jagoanku

Kenapa kau lakukan itu?
Kemenangan yang merampas nyawa dan hak orang lain

Jagoanku tampak bak orang pandir
Semua kau kuasai tapi bukan untuk aniaya dunia

Di sini realitanya melihat tungganganmu kalah
Dan diriku sudah bersikap ksatria sebagai manusia sejati dengan akui kekalahan
Tapi lacurnya asa
Saat pengumuman tiba-tiba jagoanku yang menjadi juaranya
Jagoanku yang mengayomi badan pengumuman itu
Nurani jagoanku terkoyak
Nurani diriku tersentak

Kau tahu, jagoanku
Remuk hati ini
Kemenangan yang diperoleh seperti seorang pecundang

Kecewa pada jagoanku

Rabu, 22 Mei 2019

Pecinta Topeng Kebajikan

Kalau tidak suka, bilang saja
Agar tahu tentang semua isi hatimu
Jangan diam saja karena bukan penerka hati
Doakan saja
Kalian menggilakah?
Mendoakan pencuri?
Menyelamati yang tertawa lagi tak peduli terhadap jiwa-jiwa yang meninggal?
Haruskah ikut kenduri memestakan kemenangan para pejahat?
Cinta ini tak buta
Kasih sayang ini memakai nalar juga logika
Bila memang kebanggaan atas kemenangan yang penuh tipu-daya
Itu keterlaluan
Karena mencinta itu penuh kejujuran
Karena menyayang itu penuh ketulusan
Katakan cinta bila cinta
Katakan benci bila benci
Agar mengetahui siapa yang memakai topeng kebajikan sesungguhnya

Minggu, 19 Mei 2019

Sang Paman Dan Sang Keponakan

Tuhan punya rencana indah
Tuhan sebaik-baik Pengatur
Bagaimana bisa Abu Thalib paman nabi tak sehaluan dalam religi?
Bagaimana bisa Abu Thalib begitu teramat menjadi tameng bagi keponakannya?
Bagaimana rasa sedihnya keponakan saat Abu Thalib meninggal dunia
Seakan dunia runtuh
Keponakan sangat mencintai sang paman
Begitupun sang paman sepanjang hidupnya mendalam kasih bagi anak saudaranya
Begitu khawatirnya keponakan pada sang pembela untuk kehidupan kelak di akhirat
Sejak usia 8 tahun dalam asuhan sang paman
Hingga menutup mata Abu Thalib menjaga dan mengasihi keponakan tak memudar
Tahun kesedihan bagi sang keponakan kala sang paman meninggal
Mengadukan sang paman pada Tuhan
Ada duka mendalam kehilangan sang paman
Sang keponakan yang tak mampu memberi petunjuk untuk sang paman
Karena hanya Tuhan sajalah sebaik-baik Pemberi petunjuk

Pinta-Pintaku Pada Tuhan

Tak pantas berkeluh-kesah pada Tuhan
Untuk satu atau dua pintaku yang belum terjawab
Tak melihatkah diriku atas semua pemberian Tuhan selama hidupku?
Atau mata hatiku telah membuta karena terlalu terkukung nafsu dan juga sahwat?
Maluku pada Tuhan
Saat ibadah-ibadah yang terhunus beriringan dengan dosa-dosa
Menangisku rasanya tak pernah cukup
Bersimpuhku rasanya masih kurang
Lalu atas dasar apa terus-menerus "memojokkan" Tuhan untuk semua pinta?
Rasanya tak banyak sabar dalam jiwa
Malu atas pinta-pintaku
Aku manusia hina di mata Tuhan
Sucikanlah
Bersihkanlah
Aku mohon
Dalam lemah di hadapan Tuhan akui tak miliki daya serta kekuatan
Maka pada-Mu, Tuhan
Kuatkanlah diri ini

Brengsek

Mereka racun
Mereka binatang terkotor
Manusia-manusia berhati iblis
Berjubah rapi tapi otak, hati setan sekali
Terlihat dari ucap juga gerak
Ketulusankah ataukah kesetanan dalam berperilaku

Mereka iblis berwujud manusia
Brengsek!

Merepih Rasa

Aku benci rasaku tentang cintaimu
Kasih yang terus terpaku
Diam tak beranjak
Kisah sayang yang terhalang tuhan nan beda
Sudah lelah menangis
Bak kering berdahaga airmata

Sabar di penghujung
Memantulkan sederet dilema
Cinta manusia 
Cinta pada Tuhan
Pilihan yang mudah
Namun serasa sulit karena tak mudah merepih rasa

Tak pantas palingkan rasa dari Tuhan
Tapi hati hingga kini masih saja bertemali pada manusia

Cinta ini tak tahu malu
Karena tak layak Tuhan menjadi sebuah pilihan

Ide Tak Tertuang

Sudah habiskah cerita?
Hingga ku tak bisa menuliskan kata-kata
Atau memang otakku sedang stagnan
Dan memang hanya mematung berdiri
Diam tak bergerak
Membenci bila ide tak terjaring
Berkutat dengan bahasa yang tak menjadi rasa
Berputar dengan kata yang tak tentu arahnya
Cerita kehidupan dan kata sedang tak bertemu padu
Lalu diam dalam rasa yang tak kuasa tertuliskan

Jumat, 17 Mei 2019

Tuhan Menjagai

Hari raya
Entah yang keberapa kuhabiskan tanpa kalian
Kerinduan yang menohok terkalahkan oleh egoisme
Dia anak kalian dan aku anak kalian
Jangan pernah memilih untuk kalian
Karena mengetahui pilihan itu sulit
Dahulu kupermudah maka akhirnya aku yang melangkah pergi
Namaku yang tercoret dari lembaran data
Tetapi itu tak akan merubah hubungan darah
Di tubuhku mengalir darah kalian
Sedih dan bahagia rasa manusiawi
Masalah datang menerkam bak air bah
Reaksi terbaik maka berikanlah
Kuberikan reaksiku berharap dia anak kalian dan saudaraku bisa memanfaatkan kepergianku
Entahlah
Hari raya yang keberapa akan kubaluri kerinduan ini dengan pertemuan
Terucap dariku "sekali melangkah tak akan kembali"
Sakit juga perih saat terucap
Tuhan menjagai
Waktu yang akan menjawab atas reaksi kita masing-masing
Bila di dunia tak terjawab maka
Jawaban itu datang pada kehidupan yang kedua

Kamis, 16 Mei 2019

Cermin Jiwa

Berlari seperti pelarian
Bersembunyi seperti pesembunyi
Hentikan semua drama melankolis
Berkaca pada cermin jiwa
Cermin yang memantulkan cahaya
Cermin yang menyadarkan jiwa
Jiwa yang miliki kekurangan serta dedosa

Tertawaku tapi tak bermakna
Menangisku tapi tak berisi
Segala denyut emosi yang tak berimbang

Cemburuimu

Aku cemburu
Saat melihat kau bersamanya
Tertawa dengan pipi merona merah
Saat kau memilih acuhkanku yang merindukanmu
Cinta yang kumiliki terhalang oleh hatimu
Kau memilihnya dan bagiku tak mengapa
Walau sedikit perih mungkin waktu yang akan menjadi obat
Kau tak lagi bicara
Kau tak lagi merayu manja
Tak ada lagi pergi berdua bersama
Aku cemburu
Saat kau tak lagi di sisiku
Maafkan aku cinta
Bila menatapmu jingga
Hanya tak mudah jalani hari tanpamu
Padahal kini bahagia sedang selimutimu
Sungguh tak juga menjamin kau bahagia bila bersamaku
Egoisnya diriku
Hanya inginkanmu lalu hendak memaksamu untuk cintaiku
Biarlah, cintaku padamu tak memelukmu
Semesta tahu ku teramat cintaimu
Walau kau hingga saat ini selalu menghindariku
Cemburuku karena cemburuimu

Selasa, 14 Mei 2019

Rindu Sentuhan Purnama

Ribuan hari kulewati tanpamu
Inginkan bersamamu bak oase di padang tandus
Zat senyawa kimia mencintai meracuni tubuh
Kau memang tak pernah tahu betapa besar rasaku ini
Yakini bahwa kasih sayang ini hanya untukmu

Setiap berlari darimu sungguh tak bisa melupa
Ajari untuk tidak mencintaimu lagi
Tak bisa terus-menerus seolah tak menyukaimu
Resah bila harus berdusta tentang perasaan
Inilah diriku tentang berjuta terpesona padamu
Ambisi diri tapi tak kunjung bicaramu

Prahara kalbuku
Roda kehidupan yang bergerak
Aku terpaku hanya menantimu
Tak pernah berkedip dan beranjak dari penantian ini
Ada sejumput perasaan yang belum juga terjawabkan
Malampun sepertinya sama merindu purnama
Aku yang merindu sentuhanmu

Para Petangguh Di Palestina

Dunia seakan buta
Dunia seolah tuli
Bangsa yang sedang terjajah
Perang yang tak berimbang
Penjajah membumi hanguskan lahan serta gedung
Penjajah yang dikawal oleh segelintir negara yang pekak

Kematian, kelaparan menjadi semangat perlawanan
Ketakutan tak terlintas di benak negara terjajah
Semua perlakuan juga perilaku penjajah dan pengawalnya semakin menguatkan
Tak terlintas sedikitpun untuk berhenti melawan penjajah

Memang ada airmata pada hati terjajah
Memang ada kesedihan pada jiwa terjajah
Tapi entah bagaimana semuanya berubah menjadi semangat yang menyala
Semua rasa nestapa tergantikan Tuhan dengan keberanian

Terjajah bersama Tuhan
Penjajah bersama pengawalnya
Bandingkanlah kekuatan sebenarnya

Karena perlawanan terjajah bersama Tuhan
Maka rasakanlah kekuatan Tuhan

Moral Versus Amoral

Bersembunyi di balik semak-semak
Berlindung di belakang dinding-dinding bangunan
Dalam gelap gulita
Dalam ruangan yang berbiaya dan bertenggat waktu
Berdua beradu bergelinjang saling memuaskan
Menyusun strategi bilamana gerakan peraduan ini kelak terbongkar

Berpura-pura lugu nan polos
Berpura-pura tersinggung lalu balik menyerang kata
Berpura-pura berpakaian agamis
Berpura-pura berpetuah ketuhanan

Dusta itu ibarat sebuah bom waktu
Bohong itu bak sebuah bom bunuh diri
Jikalau tidak membunuh sekarang maka adab-adab musnah di masa depan
Walau sekuat tenaga memancangkan tiang
Ingatan juga hati tak pernah bisa menghilangkan

Sudah selesaikah percintaan amoral itu?
Atau sedang berhenti sejenak?
Atau masih menyewa tempat-tempat berbayar lainnya?

Adakah keinginan untuk pesta dengan foursome?

Dusta moral menutupi amoral
Betapa elegan langkah duniawinya

Mereka, Dunia, Agama Dan Wajah Tercinta

Tak kulihat lagi wajah-wajah itu
Dalam non-fiksi maupun perjalanan fiksi
Mereka terlalu sibuk bercengkrama dengan dunia mereka
Dan pilihan jalan ini semakin menerangkan jalan yang terang
Suatu saat meyakini bahwa ini terang
Tak usah paksakan laku itu
Silahkan, bagi yang menerima laku itu
Tidak bagiku
Sang guru terkatai pemberi julukan tukang provokator
Cukup!
Berargumentasi untuk membelokkan fakta realita
Sekali lagi tak peduli bila hendak seranjang saling berhasrat
Bila dunia yang dipuja
Bila topeng agama yang membalut
Kesabaran yang bukan lagi sabar
Memaklumi yang tak pantas dimaklumi
Bersoraklah dalam kidung kesedihan
Tersenyumlah dalam drama yang dimainkan
Lebih dari 1 dekade mereka larut dalam hanyut
Mereka pikir semesta dan aku membuta juga menuli
Mereka yang terus mencuci tangan dengan topeng kemanisan
Dan memuakkan
Disadarkan seperti baja tebal
Terserah mereka mau apapun sekarang
Karena laku mereka sedikit menitis lalu selekasnya pergiku
Aku bukan malaikat dan merekapun bukan anak tuhan
Hanya yang berjiwa lapang mampu memilah serta mendengar
Menyadari diriku bukan mereka

Senin, 13 Mei 2019

Buat Apa Kemenangan Ini?

Bila cinta hanya pecundang
Bila menang hanya sebuah curang
Begitu bernafsu inginkan tahta kerajaan
Lantas segala laku jahat dilakukan
Secara masif dan sistematis
Lalu dimana Tuhan?
Saat nama Tuhan terabaikan saat menang dan berkuasa
Saat nama Tuhan menjadi pepesan kosong karya Ali Shahab
Tapi melupa saat nama Tuhan dahulu menjadi serbuk sebelum bergenderang
Membunuh, mengintimidasi berbuat semuanya demi sebuah kekuasaan
Keterlaluan!
Bila ingin mencetak surga dunia maka cetaklah
Tapi tidak dengan menghancurkan rasa
Jangan meneteskan airmata-airmata
Jangan mencucurkan darah
Ini tidak semata menjadi raja
Ini merupakan kehormatan
Menanglah dengan rasa hormat
Tanya pada nurani
Bahagiakah hatimu mendapat pengakuan semesta
Pengakuan yang kau hasilkan dari laku-laku jahat

(inspirasi dari lagu "What's forever for". Billy Gillman)

Kumpulan Dada Dan Pantat

Ini bukan lagi masalah persaingan
Ini bukan lagi masalah kecemburuan
Hanya saja semua orang banyak berprasangka
Semua orang hanya melihat tampilan luar tapi tidak di kedalaman
Bertanyalah dengan rasa manusia
Bukan dengan arogansi yang membabi buta

Dan mereka benar-benar menutup mata
Saat terjadi penghancuran bangsa
Hukum asasi manusia yang memilah sesuai kebutuhan mereka
Rancu sekali
Bicara hak asasi manusia yang memihak
Sebuah lelucon yang sama sekali tidak lucu



(inspirasi dari film "Fighting with my family")

Minggu, 12 Mei 2019

Tasbih Ibu

Saat kerinduan berada di ujung kaki
Saat kecintaan berada di ubun-ubun
Teramat ingin merasakan kasih serta sayang
Tapi telah bertanya
Lalu telah terjawab

Tak ada rasa
Tak ada cinta
Tak ada rindu
Tak ada kasih serta sayang
Semua yang terjadi dianggap sekedar candaan belaka

Remuk karena terlanjur memintal rasa rindu
Redam terkoyak terlanjur menautkan cinta

Dalam tasbih pemberian ibu
Jemari tangan kecil ini coba menyebut Tuhan
Berusaha menafikan nama, wajah serta kenangan bersama

Tasbih dari ibu
Menemani berTuhanku

Cinta Beda Tiang

Kulepaskan satu-persatu ikatan cinta
Walau tak mudah dan terkadang kembali lagi
Tapi tetap saja harus memutuskan kecintaan beda tiang ini
Walau sampai mati memang tak pernah mudah
Sekali lagi hidup ini merupakan perjuangan tiada akhir
Airmata menetespun
Sedih melandapun
Tak mudah
Tapi memang cinta beda tiang tak bisa untuk bersatu
Mencarimu dalam barisan yang rapat
Menandaimu seperti warna kemarin
Begitu banyak warna hitam
Begitu banyak warna merah
Atau apakah sekarang kau telah berganti warna?

Rabu, 08 Mei 2019

Efek Candumu

Dirimu memabukkan
Banyak pemuja yang menggilaimu termasuk aku
Semua yang menempel di tubuhmu mencandukan
Banyak rayuan terulur padamu
Banyak pelukan telah kau peluk
Banyak desahan telah kau bagi

Mereka tak pernah bosan bercinta denganmu
Karena dirimu bagi mereka dan aku candu
Candu kerinduan
Candu kecintaan
Mereka telah merasakan candumu
Tapi aku hanya bisa melihatmu saja
Aku yang dilarang olehmu untuk canduimu

Mungkin kau tak menyadari bahwa kau sebuah candu

Efek candumu yang melebihi kokain
Efek candumu yang melebihi alkohol

Pesonamu
Efek candumu menggetarkan

Membenci Sendiri

Membenci diri sendiri
Sekuat apapun masih tetap membenci
Membenci karena mencintai yang tidak membalas rasa cinta
Seolah tak bisa lepas
Seolah tak bisa berpaling
Terjerembab dalam cinta yang bertepuk sebelah tangan
Sungguh menyakitkan
Sungguh membuat perih
Tapi tak bisa dan tak mampu memaksa kepada yang tercinta untuk membalas cinta ini
Menyimpan begitu banyak sayang untuknya
Dalam seret langkah tersendat
Dalam nafas terengah
Dalam debar jantung tertatih

Senin, 06 Mei 2019

Ingin Pantas Cumbuinya

Salah tingkah
Gugup
Cemas
Tak tahu apa yang harus dilakukan
Menyambut kedatangan sang tercinta
Perasaan tak karuan
Khawatir tak mampu memberikan yang terbaik baginya
Rindu teramat ingin selalu bersamanya
Tapi sadar betapa diri ini penuh lumuran dosa
Pantaskah bersanding dengannya?
Pantaskah berdiri pada barisan terdepan menyambut kedatangannya?
Ada yang berbeda
Kedatangannya tahun ini debaran sangat terasa
Berkaca
Tahun-tahun sebelumnya
Jamuan dulu belum sempurna
Tahun ini teramat khawatir di dada
Karena ingin berguling mesra dengannya
Diri yang penuh dosa
Gemetar untuk menjamahnya
Izinkan untuk mencumbu dalam laku serta dedoa
Airmata tertahan ini begitu terasa untuknya
Dalam dada begitu terasa debaran untuknya
Izinkan berjalan lalu berdansa dalam irama religi bersamanya

(Untuk rasa cinta di Ramadan 1440 hijriyah (Mei 2019))

Jumat, 03 Mei 2019

Hari Kebalikan

Kusangka cinta ternyata tidak
Kusangka rasa ternyata tidak
Kusangka rindu ternyata tidak
Kusangka tidak ternyata iya

Aku mencinta
Setelah mencari lama
Sekejap berbincang
Hanya hitungan menit lalu kau menghilang
Kau hapus semua rasaku
Kau acuhkan semua perjalananku mencarimu selama ini
Kau tutup semua jalanku menemuimu

Maka maaf atas cinta
Hingga membuatmu kecewa
Kehilangan muka
Tak berani lagi miliki sebuah rasa

Aku sayangimu
Tapi hari ini bagimu hari kebalikan

Memasrahkan Kehidupan

Saat semua wajah terlihat sama
Bagi seorang pendosa
Saling berkejaran tampak semua seperti sekumpulan kuda
Tak ada yang berbeda
Kosongnya kesucian pada jiwa
Walau terhunus sekuat tenaga
Tuhan dalam puji serta puja
Tapi tampaknya
Semua
Seolah tak berarti dan tampak oleh mata
Seperti sia-sia
Berjalan lurus bercahaya
Terus mencoba
Walau tak mudah karena begitu banyak airmata
Penuh goda-goda
Terpelanting tak berdaya
Ratusan sedih selaksa menjadi karib menindih dada
Merasa
Menjadi manusia yang paling teraniaya serta sangat menderita
Sedikit melupa
Bahwa ada kesusahan yang lebih pada sesama
Tapi seolah menutup mata
Tapi seolah mata hati membuta
Bergerak menyembah
Patuh berserah
Walau tak mudah
Bermesraan dengan Tuhan tiada menyerah
Jiwa yang memasrah

Kamis, 02 Mei 2019

Pesona Itu

Wajahmu
Matamu
Hidungmu
Bibirmu
Pesona tubuhmu
Kebaikan hatimu
Membuat terbuaiku
Terbawa perasaan mendalamku

Mengatakanmu yang sejujurnya
Walaupun itu menyakitkan jiwa
Tapi tak membuat berhenti menyuka
Padamu telah menyandarkan rasa
Kecintaanku yang pertama
Inginkan bersamamu melepaskan temali yang pertama

Memang dirimu begitu banyak yang menanti
Termasuk diriku yang telah lama sendiri
Sungguh masih ingini
Sentuhanmu ingin segera kukecapi
Berharap asaku bukan sekedar mimpi

Satu Titik Penantian

Dalam sobekan-sobekan kertas yang terserabut
Mengingatmu
Merindu dalam potongan-potongan tajam kolase yang terhempas
Memang menikmati kerinduan ini
Kerinduan tanpa tahu pasti datangnya pertemuan
Melihatmu tapi tak bisa menyentuhmu
Ada penghalang yang pelik dirasakan
Dirimu yang tak jua melihat cinta ini
Benci terus menanti
Sesuatu yang tak pasti
Tapi tak kuasa untuk beranjak pergi
Karena sayang dan cinta padamu telah terpaut di hati
Sentuhlah!
Tubuh yang haus belaian
Dekaplah!
Hati yang dahaga pelukan
Melihat kereta kencanamu
Tapi tak kuasa untuk mengejarnya
Karena dirimu dikelilingi para punggawa dan dayang-dayang
Mencintaimu telah membuat hari-hari berjalan tapi ku diam saja di satu titik
Satu titik menantimu bercinta denganku