Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari: Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari : Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Senin, 25 Maret 2019

Mengadu Ombak

Beradu ombak
Mengayuh perahu sembari mendayu-dayu
Berpeluh kadang melenguh
Dua insan saling memacu hasrat
Istri orang dan suami orang
Di atas ranjang yang berderit
Melupa pada keluarga 
Sedang konak di atas kepala

Merepih Cinta

Kau dusta
Katamu kau cinta
Katamu tak akan pergi dari rasa
Tapi ternyata dahulu tak seelok kata
Kini semua terbukti nyata
Kau melangkah menjauhi cerita
Hanya karena diri ini tak segagah musa
Hanya karena tak bergelimang harta
Kau memilih merangkai asmara
Dengan kehormatan tahta
Dengan melimpahnya puji dan puja
Semua aroma dunia
Diri tersedak dalam dada
Perih mengikat asa
Merajut kisah cinta
Tertatih dalam desain Sang Esa
Tak lantas terus beraroma nestapa
Yakini ada kebaikan dari setiap cerita
Merapihkan semua
Menata semua
Menatapi segala
Katamu tak akan pergi
Cinta ini
Kasih yang memisahkan hanyalah mati
Tapi kini
Masih bernafas di muka bumi
Cinta bak mati suri
Janji selaksa ilusi
Dunia tiada yang abadi

Senin, 18 Maret 2019

Kobokan Cinta

Jangan cari cintaku di kobokan air
Kau tak akan menemukannya
Walaupun air dalam kobokan telah berkurang
Tak ada yang berani meminum air kobokan
Bila ada yang meminumnya mungkin ketidaktahuan belaka
Dan pasti menyesal setelah diberitahukan

Maka cintaku tak mau seperti air dalam kobokan
Dibutuhkan saat makan tanpa makan
Dilupakan saat sendok garpu menjadi teman

Sekali Lagi Bukan Rasamu

Akankah hari ini bertemu denganmu?
Mencuri pandang dari balik dinding
Dan seperti yang telah kuduga
Dirimu tak tampak berada
Mungkin kau telah berpaling
Hingga berusaha melupakan saling lempar senyum kita dahulu
Kangen saat bersama melangkah
Saling memberi semangat menuju berTuhan
Rajukan seolah terdengar manja
Tapi kita berdua saat itu bukan para pekalah
Berusaha saling memberi kekuatan
Bertekad walau berjalan terhuyung menuju pada-Nya
Kau bilang jangan sayang
Leburkan saja rasaku
Karena kau tak berani
Lalu aku terhempas melayang
Berpijak bak tak menapakku
Aku tersiakah dalam menanti?
Kubuka album memori
Adakah yang menjadi pengingat semua
Satu-persatu menjadi sebuah catatan
Jangan lagi membagi rasa sedih hati
Bila dengan liciknya sembunyikan bahagia jiwa
Keculasan itu walau tak tampak ada lirih tembok keretakan

Jumat, 15 Maret 2019

Tak Bernyali Bercinta

Aku yang luar biasa
Kamu yang hampir tanpa rasa
Mencintaimu segenap jiwa
Bahkan sejak mengenalmu hari-hariku tentangmu
Aku menunggu
Tapi apakah kamu mau?
Resah
Kesah
Menghela menahan nafas dalam desah
Kau seperti tersembunyi
Tak kunjung bertemu di atas bumi
Merasakah kau bahwa aku sangat mencintai?
Apakah kau memang tak mauiku?
Kecupan, pelukanku dan sentuhanku?
Tak ingatkah saat saling memandang sembari bersemu merona merah jambu?
Kau kemana saja?
Seolah menghindariku, mengapa?
Bila cinta katakan saja
Karena akupun telah jatuh cinta saat pertama kali melihatmu
Kalau cinta jangan malu
Karena sesungguhnya tak cukup nyali juga diriku katakan rindu

Rabu, 13 Maret 2019

Menunggu Peringatan Tuhan

Lalu merekapun terdiam
Diam sediam-diamnya
Diam tak berkata 
Penjelasan yang dahulu mereka paparkan hanyalah sampah

Mereka bukan kumpulan para petarung handal
Mereka hanyalah gerombolan penjilat culas

Menjadi pendukung
Menjadi pembela
Walaupun kata tak selaras dengan nurani
Berharap "kebaikan hidup" mendekat

Ricuh
Ramai seperti orkestra yang tak berkomposer
Melatih agar terlatih
Menindas para pelatih
Ramuan apalagi yang dicampur?
Hingga meletup aroma pedas dari sungut itu

Binatang pegunungan
Rimba yang tak berpohon
Mencari mangsa tanpa segan pada para tertindas
Atas nama kebaikan yang diputar balikan
Menilai sendiri benar sekali pada jejak-jejak sendiri

Ini hidupnya
Yang paling berhak memberikan petuah hanya tuhan

Semua manusia tak sepadan
Semua manusia berbeda garis

Keras kepala
Tak suka dibantah
Pancingan pendapat hanya menjadi sebuah bumerang

Bila tak bisa diingatkan
Maka biarlah tuhan saja sebagai Sang Pemberi Peringatan

Kau Mati Dengan Buta Dan Tuli

Kubiarkan kau memaki
Karena ku cukup tahu diri
Hanya diam lalu cermati
Semua perilaku diri
Dan aku cukup yakini
Bahwa waktumu hanya sampai pagi hari
Lalu tanpa pemberitahuan kau akan terbujur mati
Tanpa ada satupun kawan yang menemani

Kau pikir cukup disegani
Padahal semua berlomba menjadi penjilat-penjilat tak tahu diri
Kau tertipu berpikir dipuja dan disembahi
Saat kau mati kini
Semua pergi
Tak ada senyum dan tawa terbagi

Dan kau pikir amal ibadahmu akan utuh tak bisa tergerogoti?

Memangnya selama ini kau tak pernah terus hakimi?
Para pembisik saat kau hidup telah menjerumusi
Kau tetap asyik bernyanyi

Kini
Saat kau di dalam kubur dan mati
Akankah kau merengek minta kembali?
Hidup-hidup sesatmu lalu berjanji akan diperbaiki

Terlambat lalu menyesal tak terperi
Semua janji
Tak akan bisa hidup kembali
Karena telah datang petunjuk-petunjuk pada kitab suci
Tapi kau memilih menjadi buta hati 
Tapi kau memilih menjadi tuli

Menunggu Esok Pagi

Hei!
Kamu yang memiliki paras menarik
Kamu yang memiliki senyum termanis
Lekukan badanmu begitu mempesona
Kemana saja dirimu selama ini?
Sudah lama tak berjumpa
Ada rasa rindu yang mengejewantah pada jiwa
Kehilanganmu walau belum berani menggenggam jemarimu 

Hei!
Kamu sapalah diriku
Ajaklah aku dalam indahnya hari-harimu
Kuyakini harimu selalu indah
Karena wajahmu selalu pancarkan rona bahagia

Kutunggu esok hari
Berharap kau tersenyum padaku
Lalu menyapaku lantas menggenggam tanganku
Dan kau izinkanku mengisi hari-hari bahagiamu

Kutunggu esok pagi

Jangan Salahkan Cinta

Berpisah darimu merupakan cara terhebat
Terasa nyaman saat bersamamu
Tapi aku yang mencinta dan kau tidak
Tertawaku dalam resah dan gundah
Keresahan ingin pelukanmu tapi tak bisa
Kegundahan ingin ciumanmu tapi tak kuasa

Aku nyaman dan sedang jatuh cinta
Tapi kau tak juga mencinta

Maka perpisahan kuncinya
Aku cinta kamu

Kenapa aku bisa jatuh cinta padamu?
Sungguh tak tahu jawabannya
Karena muncul tiba-tiba saat pertama melihatmu
Getaran bergelombang bak deburan ombak di hati
Tak karuan melihat menariknya parasmu
Jatuh cinta pada pandangan pertama

Datanglah segera
Kala hatimu merindu dan mengingatku

Aku senantiasa menjaga nyamannya saat bersamamu

Rasa Yang Tak Bersimpul

Jangan cari kamu lagi!
Tapi bagaimana dengan perasaanku?
Teganya kamu menghancurkan perasaanku
Memang aku yang menyayangimu
Aku yang salah sangka tentang rasamu
Kupikir kaupun sayangiku
Ternyata kau memuja yang lain
Dia yang berkulit bersih
Dia yang pandai bersilat
Menjagaimu dari setiap sepakan hujan
Namun bagaimana bila dia berubah haluan
Dia yang telah mencintai yang lain
Masihkah kau menunggunya?
Masihkah kau tak melihatku?
Begitulah cinta
Kau katakan "tak butuh cinta"
Tapi kau menunggunya
Dia sedang memilih yang lain
Dan aku sangat ingin pelukanmu
Kau menulis ingin berhenti
Lalu aku mengalah dan aku yang berhenti
Berhenti mengikutimu tapi
Sungguh hatiku masih ingin merasaimu
Kau tak kunjung menyapa lagi
Aku terima
Aku yang mungkin salah mencintai
Tapi jangan salahkan cinta
Karena cinta tak pernah salah
Salahkan saja aku
Aku yang senantiasa menyimpan rasa padamu
Tapi ........
Rumitnya rasa
Saling berputar tapi tak pernah bersimpul

Kamis, 07 Maret 2019

Jamahilah Ragaku!

Saat mulut berucap cinta
Sejuta pesona menyeruak panca indera
Sejenak melupa pelbagai anonim dari mencinta
Sedang mabuk kepayang
Terlihat indah pada penglihatan

Ingin segalanya menjadi yang pertama bagimu
Cinta, sayang, ciuman, pelukan bahkan percintaan ingin berbagi
Berbagi yang pertama kali denganmu
Kaulah kecintaan yang pertama bagiku
Cinta pada pandangan pertamaku yakni kamu

Kuhibahkan ragaku padamu
Rengkuhlah untuk yang pertama

Karena saat ini sedang mabuk kepayang mencintaimu
Tak tahu sampai kapan
Berharap selamanya mencintaimu walau kau tak jua menjamah

Cintaimu Tapi Kau Sedang Tak Mau

Aku mencintaimu
Di saat kau mau dan tak mau
Karena memang seharusnya begitulah rasa sayang tak pernah berubah
Tak pernah bergeming
Walau terbentang jarak
Walau kini memilih tak lagi bertemu
Walau begitu kesakitan saat dirimu berhenti peduli padaku
Lalu aku bisa apa?
Cintaku dijawab dengan sedang tak mau bercinta darimu
Kau menjauhi
Kau berlari
Aku sendiri
Meratapi
Segenggam rasa yang siap terberi
Untukmu dalam sepi-sepi
Tetapi
Kau tak ingin lagi

Senin, 04 Maret 2019

Rasa Tulus Tanpa Cinta

Terus mencoba menahan
Sebuah kisah yang serasa menjadi beban
Kisah menahan kerinduan
Tak hendak katakan
Tentang sebuah percintaan
Berusaha melawan
Sekuat tenaga berdusta tak berpandangan
Dan memang tak mudah dalam jiwa
Bergemeretak untuk tak bilang cinta
Walaupun asmara meliputi seluruh dada
Cinta tak bernoda
Cinta tak berdusta
Cinta yang tak hanya dalam kata
Tak akan katakan cinta
Karena sungguh gamang dalam cinta
Hanya ingin sebuah rasa
Yang dibalut ketulusan pada jiwa
Karena cinta tanpa rasa hanya sampah belaka
Datanglah!
Dirimu yang membuat candu
Dirimu yang membuat rindu
Jangan mencinta cukup sekedar saling merasa
Hasratilah penuh rasa
Sebuah ketulusan pada jiwa
Hingga ayam berkokok saat subuh tiba

Jumat, 01 Maret 2019

Tidak Butuh Cinta

Masih ada luka
Terluka di kedalaman yang sama
Belum seutuhnya sembuh
Butuh waktu untuk penyembuhan
Waktu yang tak mampu diprediksi kapankah itu
Aku tidak butuh cinta
Cinta segudang palsu bagiku
Aku butuh kasih sayang
Berbagi sentuhan juga pelukan
Mungkin sedikit ciuman bisa terkecupi
Saling berbagi hasrat dalam kerinduan yang memuncak
Tak butuh cinta
Karena aku teramat merindu
Tak usah beriku tawa
Bila dirimu terpaksa
Tak usah melirikku dengan kedua mata
Bila dirimu dusta dalam menyuka
Jangan datang
Bila sebenarnya tak mau
Karena memang bukan cinta yang kuminta
Kumau dirimu selalu ada
Dalam resah dan gundah hidup yang penuh rasa
Ada tubuhmu tempat merebahkan semua aroma
Datanglah dengan segera
Di balik pintu berharap senantiasa
Ada dirimu yang merindu dengan hasrat yang sam