Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari: Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari : Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Sabtu, 30 Desember 2017

Mencobai Angkuh

Dasar gila
Kau bicara mengada-ada
Bercampur muslihat dan tipu daya

Menginginkan senja
Berharap waktu itu kau tutup usia
Sombongnya jiwa
Seolah bisa meramal masa

Kau pasti akan pulang segera
Lihatlah sabda nabi dengan mata hati terbuka
Hanya waktulah yang tak dipahami manusia
Kematian yang pasti datangnya
Itu berlaku pula padamu duhai manusia durja

Jangan sekali-kali busungkan dada

Itu saja
Makan sumpah serapahmu semua

Burung Camar Penyendiri

Burung-burung camar terbang
Berkelompok di atas samudera
Mengepakkan sayap-sayap seperti simponi tanpa nada

Sesungguhnya burung camar sendiri dalam gerombolan
Tapi tak merasa sedih lagi sepi
Karena selalu ada pemandangan dari atas langit
Kisah ombak dan lumba-lumba
Cerita bumi dan manusia

Burung camar di sudut kota pada kabel yang memanjang memperhatikan
Bila saatnya suara berkelompok memanggil maka patuh penuhi
Dalam sibuk bila sang suara memanggil maka terbang penuhi berkelompok

Dalam sendiri tapi tak kesepian

Malam Bukan Malam

Malam tetaplah malam
Dan malam ini tergantung cahaya matahari
Sebagian bumi gelap atau sebagian bumi terang

Begitupun kehidupan
Susah menulis ide
Karena kebencian memuncak
Baju-baju keTuhanan yang dipertontonkan membuat muak
Tipu muslihatnya terbaca dalam diam bahkan senda-guraunya

Menulis pembelaan dalam sebuah pledoi
Terserah saja dan teruslah berhalusinasi kotor
Halusinasi kotornya tak akan membuat najis
Dirinya sedang berdebat penuh lelucon konyol dengan kawan karibnya

Para setan di sudut lorong sempit nan gelap
Dan itu bukanlah waktu malam
Hanya sekumpulan hati penuh dengki

Bahasa Hewan

Hanya para anjing yang bicara bahasa anjing
Hanya para monyet yang bicara bahasa monyet
Hanya para babi yang bicara bahasa babi
Hanya para sampah yang bicara bau busuk seperti sampah
Namun adapula yang secara diam-diam menguasai bahasanya tapi hanya diam

Mereka tak wajar
Para manusia yang bertingkah bak hewan
Patutkah didengar segala ocehan?
Layakkkah bermuram karena bahasa yang dibicarakannya?

Cukupi saja mengenali mereka
Kumpulan hewan yang bicara di antara sesamanya

Menjauhi mereka
Karena tak paham bahasa hewan bercampur sampah

Penjajah Kiblat Pertama

Berondongan peluru tajam
Menggempur badan-badan anak, para lelaki dewasa dan para wanita
Mereka para penjaga kiblat pertama
Keberanian yang luar biasa terhujam pada dada

Gas beracun, siksaan bahkan kematian yang diacungkan
Sungguh tak sedikitpun menggentarkan iman
Nama Tuhan yang menitis di darah meresap pada tubuh
Senyum-senyum para penjaga mempertahankan tanah suci
Tak sedikitpun ketakutan tergambar pada wajah-wajah

Pesawat-pesawat penjajah coba membumi hanguskan
Meratakan bangunan yang dibangun dengan tangan-tangan iman
Mungkin banyak yang mengira semua intimidasi kejam dan genosida akan surutkan perlawanan

Dan penjajahan di era modern yang bersembunyi di balik punggung "sang ayah"

Keterlaluan para penjajah berjiwa iblis
Bicara kedamaian tapi berperilaku kesetanan
Sejarah akan mencatat
Bumi atas titah Tuhan akan menghukum

Para penjaga tak pernah surut
Para penjaga tak pernah berkurang jumlahnya
Kematian hanya akan semakin menggelorakan suara merdeka dari penjajah

Berjuang demi damainya bumi
Kebebasan kiblat pertama

Sungguh ketakutan penjajah tersirat pada asesoris senjata pembunuhnya

Para penjaga yang dipersenjatai iman
Hinakan para penjajah

Ruang Palsu Itu

Dahulu bersama dalam suatu ruang
Bodohnya nurani
Menutupi semua rasa demi kebahagiaan seseorang
Walau bersama tapi seolah tiada kehidupan
Berpapasan dalam satu ikatan tapi bak mayat hidup
Berbicara tanpa hati
Memeluk tanpa rasa
Merenda ikatan yang rapuh

Endapkan bahkan kuburkan bohong-bohong bahagia yang kamuflase
Namun bila nyaman berenang dalam kamuflase itu maka nurani ini tidak

Cukup sudah bermain dalam kebohongan yang angkuh
Dalam berjauhan saling membelajari jiwa

Bukan ini yang dimaui
Maui bersama dalam bahagia nan tulus
Mungkin memang ini yang sedang dibutuhkan
Karena lebih mencintai Tuhan daripada seseorang

Ruang Menulis

Karena butuh ruang
Sungguh membutuhkan kesendirian
Telah lama tertawa
Telah lama mematung di antara keduanya
Sendiri untuk menulis semua kesah
Peluh yang manis, pahit atau memang peluh nan asin

Walaupun semua emosi ada dalam rutinitas
Namun rutinitas tak mendapatkan sejentik ide untuk menulis
Terlalu kesulitan menulis dalam rutinitas yang menghentak-hentak
Rutinitas yang sesaat menghapus ide untuk berpuisi

Butuh ruang itu
Ruang untuk menulis

Habis Kesempatanmu

Kau tak bisa seperti itu
Dadatng di saat bersedih
Menghilang di saat bahagia
Aku bukanlah samudera nan luas
Aku manusia yang miliki jiwa
Walau tertawa tapi lihatlah dengan rasa
Ada perih berkalung nyeri dalam dada

Ach, tapi buat apa bicarakan ini semua denganmu
Kau yang tiada saat bahagia
Dan tak peduli pada sekitar yang menaruh asa padamu

Pergilah lalu datanglah sesuka hatimu
Namun bila kelak saat bersedih kau tak akan menemukanku
Karena kesempatanmu telah habis

Kumaafkan tapi tak ada kesempatan lagi untuk kau ulangi kesakitan ini

Sabtu, 09 Desember 2017

Blokir Nomormu

Nomor-nomor teleponmu telah kublokir
Aku hanya ingin melanjutkan kehidupan tanpa bayangmu
Namun seringkali kulihat daftar blokir telepon itu
Adakah panggilan darimu?
Adakah kau hubungiku terlebih dahulu?
Aku yang sampai kapanpun tetap merindu
Darah lebih kental dari apapun di muka bumi ini
Hanya saat ini sedang tak mau bercengkrama denganmu
Tabiatmu yang seolah Tuhan dijadikan senda-gurau juga kamuflase belaka

Sungguh ketakutan kehilangan iman
Kusadari iman yang kudapati ini tak mudah
Terjatuh lalu terbangun lalu bangkit demi iman
Disinipun aku berjuang demi iman

Kucari lingkungan tidur nyaman demi iman
Karena bersamamu lingkungan tidurku bersetan

Blokir nomormu terbaik saat ini
Bila hendak berbincang maka di hari akhir saja
Saat semua jujur terkuak

2 Ruang Berbeda

Di ruang baru ini hari-hari terasa panjang
Terasa sekali merajuti temali kehidupan
Berbeda sekali saat berada di ruangan sebelumnya
Ruangan yang waktu seolah memenggal kepala
Walaupun semua ruang sama saja tanpa hadirmu
Hanya mencoba senantiasa berkomplementasi dengan Tuhan

Menunggu dijamahi Tuhan
Seperti Muhammad melalui Jibril
Seperti Musa di sebuah bukit

Dalam secarik kertas menulis doa pengharapan pada Tuhan
Karena sungguh takut kehilangan sebentuk iman

Benarlah petuah-petuah para khotib pada sela-sela khutbah Jum'atnya
"Nikmat yang paling besar juga berharga yakni nikmat iman dan "aslama""

Tuhan,
Dalam ruang walau tanpa sedarah karena berbeda pandangan iman
Kuatkanlah iman pada jiwa
Berikanlah reaksi terbaik berTuhan untuk para setan

Terus Belajar

Belajarlah,
Karena dunia merupakan ilmu untuk dipelajari
Pada tanah, batu, pasir, pepohonan, binatang, awan, matahari, bulan, bintang dan segala yang terhampar pada semesta

Merendah dirilah di hadapan Sang Pencipta
Merendah hatilah pada semua ciptaan Sang Pencipta
Tiada yang digariskan Tuhan menjadi sia-sia
Semuanya selalu ada pembelajaran bagi peiman

Karena Tuhan begitu mandiri tak butuh teman, kerabat dan penghormatan
Semua ciptaan Tuhan sajalah yang benar-benar membutuhkan Tuhan
Dalam sujud pada doa bersimpuh memohon kasih sayang Tuhan

Mungkin saat berjauhan akan terasa lebih bermakna arti memiliki tulusnya sebuah pelukan
Bukan topeng yang selalu digadang-gadang menjadi tameng
Bukan bersembunyi di belakang sebuah nama besar manusia

Belajarlah,
Hingga kematian datang

Kamis, 07 Desember 2017

Menolak Demi Cintaku

Jangan kau minta diriku menulis puisi untuk dirimu
Puisi cinta tentang dirimu dan dirinya
Tanpa ada diriku, kebersamaanmu dengannya menyakitiku

Ibarat seorang penguji dirimu padaku
Dan diriku sungguh tak bisa menolakmu
Tapi diriku sungguh tak bisa menulis puisi cinta dirimu dan dirinya

Bila kutulis puisi cinta untukmu 
Ketahuilah,
Puisi cinta itu tentangku dan dirimu tanpa dirinya

Puisi Cintaku Tak Terjamah

Karena dirimu puisi jiwaku
Mencintaimu membuatku mampu meranumi kata
Memetik nurani menjadi hidangan penuh makna
Kau mungkin tak pernah tahu
Semua puisi cintaku ini tentang dirimu
Dan baru kusadari hari ini
Terlalu banyak puisiku tentang cinta tak bersambut
Karena inginiku hanya bercinta denganmu

Dalam gelap lalu mempekat
Menari dalam rintihan kenikmatan
Bukan sekedar cinta sesaat
Jemari merasai setiap lekuk tubuh
Dan inilah imajinasi liar mencintaimu

Hingga saat inipun kau tak membalas rasa
Perihnya menjagal jantung jiwa

Katakan saja cinta
Tuliskan saja rasa
Hanya berupa rangkaian abjad
Kata "cinta" namun penuh makna

Karena jenuh menulis puisi cinta tak berbalas
Karena ingin menulis ......

Menulis puisi tentang dirimu yang mencintaiku

Kau Tak Bisa Seenaknya

Kau tak bisa seenaknya menulis kisahmu tanpa aku
Kau tak bisa seenaknya membagikan gambar hidupmu bersamanya
Kau tak bisa seenaknya tak memperdulikan perasaanku padamu sedari dulu
Atau kau memang tengah membuatku cemburu dengan sengaja?

Kukatakan "aku cemburu"
Tapi tersadar terhenyak seketika
Ternyata cemburupun aku tak berhak
Ada guratan kesedihan bila mengingat kau tak jua peka

Perasaan yang kutanam sejak dulu padamu lewat sebait kalimat
Memang bukan perkataan cinta karena khawatir kau menjadi jauh dan berbeda sikap
Cinta yang kukemas padamu berupa sekelebat kata
Atau memang kau tak jua merasa?
Karena hidupmu bukan hanya berkutat pada diriku saja

Tapi mengapa dalam kehidupanku hanya ada dirimu?

Menanti Kepastian

"Matahari malam ini" bersinar indah
Tapi diri menanti temaramnya "rembulan pada esok pagi"
Keserakahan pemilik kekuasaan
Berkata lagi bertindak semaunya
Lalu meringkih seolah dirinya yang tersakiti
Sudah hilang kemaluan menindas yang tak miliki persembunyian

Penis yang sengaja di pajang panjang-panjang
Vagina yang terus terbuka mengoceh tanpa rem

Singa-singa yang berjiwa dungu bak keledai

Tak cukupkah yang tersurat?
Tak takutkah yang tersirat?
Ada hari penghitungan amal kelak

Tak Pernah Beranjak

Kehidupanku seolah berjalan di rel yang sama
Sepanjang waktu tak pernah berganti
Diriku yang tak beranjak terus memikirkanmu
Dan tak tahu kenapa setiap waktu melihat tubuh sepertimu
Kulitnya, matanya, hidungnya wajahnya sepertimu
Bahkan wangimu samar-samar tercium
Dan diriku yang masih padamu

Sekuat jiwa melenyapkan rasa padamu
Setajam itu pula hasratimu menggoda rongga hidungku

Akhirnya letih serta lemah merancu bahkan mengigau tubuh
Memasrahkan saja
Bila kelak bertemu lagi maka terjadilah yang terjadi

Tak seutuhnya bisa beranjak