Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari: Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari : Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Kamis, 24 Desember 2015

Makanlah Bersama Tuhan

Melihatmu bisa makan dengan lahap hati ini girang
Walau peluh bercucuran
Rasa lelah seakan hilang sirna tak berbekas
Tawa bahagiamu menjadi obat penawar

Mencintailah dengan cinta yang benar
Hidupilah kehidupan dengan bagian termanis
Jangan biarkan kepahitan hidup menjadi senjata
Makanlah dengan lahap buatlah dirimu kenyang

Memacu kehidupan dengan mencintai Tuhan
Karena bercinta atas nama Tuhan merupakan hal terindah

Hentikan Semua Tanyamu

Jangan pernah kau tanya lagi siapa aku
Jangan pernah kau tanya tentang jati diriku lagi
Semua tanyamu membuat hati teriris
Ada perih saat melihatmu namun tak bisa dekatimu

Mereka semua bersorak memanggil namamu
Dan aku hanya terdiam dalam rindu
Bicara saja denganku dalam ruang tak terbaca
Aku menyayangimu dengan cara berbeda
Tetaplah bersamaku dalam pesan tak berkata

Bila memang kau tak sayangiku tak mengapa
Bahagiaku melihatmu tertawa walau tak berpeluk

 Ingin cemburuku bersambut cinta darimu
Ingin ada pesan sayang darimu
Masih tak mengertikah akan pesan kasihku padamu

Hentikan semua tanyamu
Cintai saja aku

Minggu, 20 Desember 2015

De Javu Bercinta

Sakit membayangkan jika tak bersua lagi
Badan terasa lemas saat tak menjumpai yang terkasih
Tidur ini lalu mengharap terkasih ada pada mimpi

Sungguh hadirnya sangat di nanti
Dan sungguh tak kuasa membuatnya untuk menjumpai
Semua ini seperti pengulangan
Semua ini rasa yang de javu dengan orang yang berbeda

Pelukan juga percintaan selalu ingin terulang
Namun raga ini penuh takut
Karena seutuhnya belum berdamai dengan jiwa dan Tuhan

Uculna Rasa

Ucul-uculan rasa
Maneh anu geus asup kana dada
Geus mirasa diri, maneh ujug-ujug ngaleungit
Karasa pisan nyelekit

Teu kawasa ngalawan takdir ti Gusti
Sumasrah bari ngajerit ceurik jero ati
Kalangkang manehna masih keneh ngagalayut dina utek
Ngalengkah dina kahirupan euweuh manehna karasa butek

Mun manehna jol datang deui
Mun manehna nenjokeun kacinta kalayan masrahkeun diri
Sumeblak hate moal diwaro
Bakal ngekeupeun sakabeh kasono

Uculna rasa ayeuna
Kusabab euweuh manehna
Gusti, hampurakeun sagala dosa
Siuk jiwa ku kanyaah Pancipta

Tak Pantas Kecewa Ini Untuknya

Lagu galau untuknya
Sair putus asa tertuju padanya
Resah juga kecewa padanya
Kesedihan yang tak ada habisnya
Seperti mencintai sebuah patung saja

Pantaskah semua rasa ini tercurah untuk yang tak berhati?
Tiada balasan
Tiada juga peka

Tak layak menunggu bagi yang menyia-siakan rasa ini
Karena diri ini manusia bukan patung tak berhati sepertinya

Bukan Pemuja Cinta Dunia

Jika mencinta bilanglah cinta
Jika merindu bilanglah merindu
Jangan hempaskan semua rasa itu di dada
Rasa yang mengendap di dada suatu hari akan meledak

Tak usah terus melihat dirinya dari kejauhan
Tak usah terus memimpikannya setiap malam
Katakan saja bahwa merindu padanya
Bila dirinya tak menggubris tak usah paksakannya
Karena cinta juga rindu seharusnya tiada paksaan

Biarlah perjalanan hidup memang penuh romantika
Mungkin peristiwa percintaan ini akan membuat tertawa atau tersipu di masa depan
Berjalanlah terus dengan meyakini cinta sejati pada Tuhan
Cinta seharusnya tak saling sakiti
Rindu seharusnya tak membuat luka

 Dunia ini begitu luas walau tanpa hadirnya
Kehidupan terlalu berharga bila selalu mengenangnya yang tak peduli

Tertawalah pada dunia
Tersenyumlah pada dunia
Berikan cinta juga rindu pada mereka yang mau menghargai

Cintailah Tuhan
Karena Tuhanlah cinta sejati kita

Sabtu, 19 Desember 2015

Para Wanita Melepaskan Walinya

Wanita-wanita yang angkuh karena jabatannya
Wanita-wanita yang arogan karena usianya
Wanita-wanita yang berkacak pinggang karena hartanya

Kerdilkan para kerabat lelaki karena condong pada pasangannya
Hinakan para wali dari kaum pria sedarahnya karena tak sepikiran dengannya

Bermulut seenaknya lalu mencela semaunya
Inginkan semua laku juga semua ucapannya menjadi pelita
Di matanya para kerabat lelakinya sangat tak pantas menjadi walinya
Berlagak dapat menjadi wali bagi dirinya sendiri

Menari lalu tersenyum serta bernyanyi berteriak sekuat tenaga
Memicingkan mata seraut wajah masam terpampang jelas
Tiada penghormatan terhadap para walinya
Para wanita pelepas walinya
Dan lihatlah kelak di neraka tubuh siapa yang terpanggang membara


Serasa Dalam Gelap Mencintaimu

Jika mencintaimu dalam kelam
Biarlah
Merindumu dalam pekat lagi gelap

Diam menunggumu dari terang hingga malam
Dan yang bisa dilakukan hanyalah diam menunggu
Mencarimu hanya kembali tandaskan dedosa
Dan tak mau lagi kecewa jika kau tak lagi cinta
Dalam gelap 

 Rintihan juga segala erangan dari mulut semua untukmu
Serasa melupakan Tuhan saja
Seharusnya kecintaan terbesar lagi sejati hanyalah pada Tuhan
Serasa hati padam
Serasa terus saja dalam gelap
Serasa benar saja dalam merindumu tak berTuhan
Serasa tubuh tak berdaya dalam gelap
Kegelapan menjadi persembunyian dalam diam mencintai tercinta
Cinta yang tak berTuhan ini

Minggu, 13 Desember 2015

Dirimu Dan Dirinya ( 3D )

Sepi lagi sunyi senyap di sini
Sepi sekali tanpanya membelai
Rindu percintaan yang saling memuja
Membasahi setiap sendi walau berdosa
Saat dahulu bersamanya dan saling bercinta
Indah terasa

Sudah senantiasa berjuang
Namun terasa utuh retak bertiang
Rindu saling berbagi nikmat
Tanpa pelukannya hidup serasa kiamat
Berjalan tanpanya rapuh
Garis Tuhan ini membuat mengalir peluh

Jangan buat wajah ini tertunduk malu
Jangan buat langkah ini terseret memilu
Kemarahan ini karenamu dirinya menghilang
Dirimu tak bisa mengatur hingga dirinya bak jurang nan membentang
Lorong-lorong tempat percintaan ini
Tempat-tempat bekas bercinta telah tertandai

Tanpa bercinta membuat pening kepala
Percintaan yang berdosa

Tak tahu malukah?
Tak mau lagi bercinta bila tak berkah

Sabtu, 12 Desember 2015

Tiada Penebusan Dosa

Sungguh ketakutan saat dedosa yang telah dilakukan akan dipertanggung jawabkan
Di sini dedosa tidak akan musnah dengan membuat pengakuan di depan manusia

Sakitnya hati perihnya tubuh yang bergetar saat bersujud padaMu
Dedosa ini mohonlah diampunkan
Tak sanggup dan tak mau mencicipi panasnya api neraka

Tuhan
Menghamba diri dan mengiba sembari penuh rendah diriku di hadapan-Mu 

Seperti Hampa

Datangkah dia esok hari?
Padahal telah mengetahui jawabannya
Seperti hujan yang di nanti saat kemarau
Seperti sang surya yang dicintai saat musim basah
Begitulah perasaan ini padanya
Menanti karena sangat mendambanya

Tersenyumpun enggan bila tak melihatnya
Langkah gontai
Serasa tak bersemangat
Datanglah!

Bertemupun tiada dapat curahkan segala rasa
Seolah ada penjaga di setiap sisi
Sembunyi-sembunyi dalam ruang tak berbayang
Diam saja
Telunjuk yang dia tempelkan pada katupan bibirnya

Seperti bintang yang tak bersinar
Rapuh tanpamu

Rabu, 09 Desember 2015

Penuntun Sejati

Saat mata tertutup namun terus berjalan
Kepada arahan siapa akan percaya?

Ingin membenci tapi tak bisa
Ingin mencinta tapi tak jua bercinta tulus
Cinta hanya sekedarnya saja bercinta

Mendekap yang tak semestinya
Pandangan tertutup karena mata terpejam

Tuhan
Tajamkan nurani
Pekakanlah mata hati
Arahkan menuju jalan Tuhan

Bahagiaku

Mungkin terdengar aneh
Aku sangat menikmati saat otak ini miliki beragam tulisan
Kebahagiaan bagiku sederhana saja
Bahagiaku saat masih bisa tuangkan semua ide

Terkadang lapar, haus bahkan kantuk terabaikan
Terlalu bahagia dalam beride hingga lupa pada tubuh sendiri

Bahagia bagiku sederhana berbagi ide dalam tulisan

Aku Yang Biasa Saja

Temanku bertanya "apa yang paling berkesan di sepanjang tahun ini?"
Aku tertegun dan memikirkan jawabannya

Satu pertanyaan sederhana namun pelik untuk menjawabnya
Hidupku yang biasa saja dan mungkin tak mewah
Bagiku kehidupan mengalir begitu saja
Karena dalam hidup suka juga duka semua pemberian Sang Satu

Hidupku di sepanjang tahun ini biasa saja
Karena aku manusia biasa

Rasa Yang Berulang

Terulang lagi rasa yang tak layak bersemayam

Lalu berusaha mendekat pada Tuhan
Berharap tetap dalam penjagaan Tuhan
Semoga Tuhan senantiasa melindungi dan menjadi Pelindung

Rasa ini terulang
Rasa ini dan menikmatinya
Rasa ini dan membencinya

Suatu rasa yang berulang
Rasa yang tak layak bersauh

Minggu, 06 Desember 2015

Lemahku Tanpa Tuhan

Subuh tadi menengadah ke langit
Terlihat bulan sabit ditemani satu bintang
Terhias bersama segurat awan dengan latar gelapnya pagi
Indah suasana saat berjalan
Namun langkah seakan berat
Seolah ada jutaan beban pada alas yang terpakai
Perjalanan menuju rumah Tuhan terasa susah bukan kepalang

Pengakuan mencintai Tuhan
Pengakuan merindukan sang kurir terakhir
Bertolak belakang dengan semua rasa pada jiwa
Kemalasan yang menjadi senjata iblis selalu mendera
Pemujaan dengan pasrah terasa susah
Menjalankan segala laku sang kurir selalu ada angkuh
Marah juga iri hati menjadi penyakit jiwa yang menjangkit
Hampir terjatuh dalam barisan pemujaan

Memuja Sang Satu tak habiskan banyak waktu
Sungguh terasa sesak
Sungguh terasa berat

 Kemarahan ini bukan karena orang lain
Jangan pernah salahkan orang lain karena amarah ini
Dan diri ini sesungguhnya lemah

Terus menantang dunia
Tak tahu malu
Lalu setelah dunia terpegang bergantikah untuk menantang Tuhan?
Masih percayakah pada Tuhan?

Atau perjalanan spiritual subuh tadi hanya dongeng belaka?

Sabtu, 05 Desember 2015

Lenguhan "Um"

Dalam damai seharusnya tiada getir
Kegetiran hanya milik manusia-manusia yang rapuh
Dan aku tidak rapuh
Namun hidupku tanpa dirinya bagaikan "um"

Menyembah Sang Pencipta namun hati bagai tak hadir
Gejolak resah seakan membara dalam dada
Merasa di belakang punggung selaksa ada yang hendak menikam
Balas dendam bukan membuat penderitaan
Balas dendam itu untuk membuat kehidupan manusia yang lain menjadi baik

Dan resah ini bukan soal kegetiran tentang aku
Terlalu berlebihan bila tak berdaya tak merasainya lagi

Yang bermekaran telah kurasai
Yang terkuncuppun telah kucintai
Semua cinta tak terselesaikan
Ketakutan pada Tuhan mengejawantah dalam sukma

Dan "um"
Aku resah dalam getir
Tapi tak mau menjadi manusia yang rapuh

Kemudian datang lagi cinta-cinta yang lain
Dan aku tergodai
Sebuah lenguhan "um"
Dan sebenarnya siapa yang rapuh?

Balas dendamlah padaku
Buatlah aku menjadi manusia yang lebih baik lagi
Karena ingin sebenarnya berTuhan dengan teguh

(inspirasi dari film Rise Of The Legend)

Kebaikan Itu Nyata

Begitu banyak kebaikan di luar sana
Jangan pernah berputus asa pada hal yang baik
Bila bertemu perihal yang tak baik tetaplah berlaku baik

Jangan lelah berbuat baik walau tak berbalas indah dari manusia
Cukup Tuhan saja sebagai Pemberi Balasan terbaik
Kebaikan itu indah
Percayalah
Masih banyak orang-orang baik di luar sana

Seorang anak tetaplah anak kecil di mata para orang tua
Walaupun ketuaan telah melanda badan sang anak
Begitulah kebaikan terkadang tak menyadari saat kebaikan itu bermetamorfosis

Jangan pernah memakai topeng kebaikan
Tak pantas hal berbau setan berbalut gamis kebaikan
Jangan pernah berpura-pura
Kemunafikan lebih berbahaya daripada kejahatan

Percintaan Yang Di Benarkan

Mereka mengajak dalam percintaan tak berTuhan
Ketika meneguh berTuhan teranggap sebagai hal yang aneh
Bertahanlah dalam berTuhan
Tak mudah berjalan lurus ke arah Tuhan
Saat dunia memandang remeh kepada jiwa yang taat

Hujan yang turunnya sembunyi-sembunyi
Diri yang terlelap dalam tidur
Saat fajar ada titik-titik embun di dedaunan
Begitulah arti keTuhanan bagi yang tertidur
Tak menyadari walau setan telah menipu daya
Memandang baik juga lumrah pekerjaan tercela

Sujud sembari mengiba diri pada Sang Pencipta
Saat bisikan sesat telah melekat
Bisikan yang menutupi semua perbuatan sesat
Percintaan tak berTuhan terus diobral hingga tak tahu malu lagi
Panggilan lalu pegangan lagi rangkulan telah "terwajarkan"
Dan muak pada percintaan tak berTuhan ini
Seolah ibadah menjadi tersia-siakan
Jangan ajari cinta ini
Cinta ini tak sesuai jalan Tuhan

Selasa, 01 Desember 2015

Rindu Memeluk

Dalam diam namun bicara
Dalam resah namun tertawa
Hanya namun tiada tapi
Bergulat pada kegelisahan hidup

Getir nada sumbang di setiap perjalanan
Merayakan kesuksesan dengan pesta
Menggeliatkan kedukaan kala nestapa

Ambil segenggam pasir lalu lemparkan ke pekuburannya
Relakanlah kepergiannya
Dalam hilang ambillah setitik pembelajaran
Hentikan meratapinya
Kematian abadi menuju kehidupan abadi
Matinya tak lagi hidup kembali walau berairmata darah

Getir terasa
Paras yang sangat mengagumkan
Sungguh sangat tak mampu memeluk
Seolah pelukan itu kini milik Tuhan

Lepaskanlah
Bebaskanlah
Tak usah mengingat yang tak mau pelukan ini
Walau sakit lalu jalani saja

Diam saja
Menyendiri
Mungkin menangis
Mungkin tertawa

Sudahilah
Dan benci saat tak memeluknya