Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Alam Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari: Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Pemandangan Jalan Raya Memecah Bukit Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia
Dari : Koleksi Pribadi Slami Pekcikam

Sabtu, 06 April 2013

Bagaimana Penjelasannya?

Bagaimana hendak kau terangkan padaku tentang semesta yang tertata dan teratur dengan rapi
Keteraturan alam raya berjalan selaras dengan planet-planet dan semesta berjalan pada jalurnya
Masihkah tak mempercayai Sang Pencipta ?

Bagaimana hendak kau jelaskan tentang organ-organ tubuh makhluk hidup yang tertata dengan kerumitan fungsi juga bentuknya
Masihkah kau mempercayai adanya missing link dari penciptaan manusia
Masihkah kau bermula pada berpatokan saat umat Musa yang durhaka dikutuk menjadi kera?

Bagaimana kau jelaskan bila tuhan berbilang
tuhan akan kacau lagi akan banyak pertentangan
duniapun akan kacau

Jelaslah jagad raya ada Sang Pengatur
Hanya Sang Satu dan tak butuh pendamping

Malaikat yang begitu banyaknya hanya bukti tanda kasih dari Sang Satu
Malaikat-malaikat begitu patuh saat Tuhan berfirman untuk menghormati Adam sebagai manusia ciptaan Tuhan

Masihkah tak percayai Tuhan ?

Bukalah hati
Lapangkan jiwa
Luaskan cakrawala

Tanyalah pada sanubari
Masihkah egoisnya rasa manusia menutupi mata hati kau ?




Apakah Peduli ?

Saat terlelap tidur mereka di sana terbujur menahan dingin tanpa selimut
Saat bersendawa karena kekenyangan mereka di sana berhari-hari menahan perih lapar
Saat tertawa mereka di sana menahan tangis dan mungkin tangis mereka kering seiring kematian terasa dekat pada mereka

Apakah aku peduli ?
Dunia yang termiliki membuat membusungkan dada

Pakaian bagus
Kendaraan mewah
Makanan lezat
Pedulikah aku pada sesama yang berbaju lusuh nan kumul dan mati di jalanan juga tepian depan toko yng terjeruji besi kokoh

Pedulikah aku ?
Saat mereka di sana berlari terkadang melawan saat tubuh mereka akan terbantai

Terbantai
Pembantaian manusia di sana
Aku tertawa di sini dan masih angkuh

Lalu dimana kepedulian itu?

Lihat Disini

Aku berjalan tertunduk
Dalam langkah sedih
Rasa malu juga gerah menelusup tersembunyi hanya aku beserta Tuhan saja

Sepi disini
Lihat disini

Masih sendiri dan sepi sekali
Walau tawa hiasi wajah ini

Bila Ini

Bila Tuhan bisa membaca
Bacalah kehendak hati ini
Kehendak yang menyakitkan raga
Sangat tak berkeTuhanan

Letih lagi lelah berdunia mencoba tak merasa

Bila ini tak berTuhan
Tetapi kehendak dan rasa ini nyata

Bila ini...
maaf aku tak lagi mampu merangkai kata

Jangan Buat Aku Terpaksa

Jangan pernah kau katakan kasih padaku
Jangan pernah kau ungkapkan sayang untukku
Karena aku takut rasa ini berubah terlalu berlebih

Bila rasa berubah maka tiada cinta tercipta
Bila rasa terlalu berlebih maka yang muncul iba

Jangan biarkan kasih berubah menjadi kasihan
Dan jangan biarkan sayang berubah
karena aku sayang kau
karena kau tiada cinta selain aku

Merapati

Apakah kita saling melihat?
Saling menengok sembunyikan hasrat
Mencuri pandangkah kau padaku?
Ajaklah aku
Seretlah aku dalam cinta
Kobarkanlah gelora

Dan kegilaan ini terus seakan tak mau beranjak pergi

Satu titik lelah
Satu titik penuh harapan kau kembali bercinta denganku

Merapatlah


Pembatas Kertas

Tembok yang sengaja tersusun penguasa
Padahal kami yang meratakan jalan masuk

Kami tersudut saat penguasa katakan"ini kehendakku"

Kami tak akan tagih segala janji taqwa penguasa
Kami percayakan segala janji pada Rakib Atid dan juga Tuhan

Muak pada tembok yang dibuat
Penguasa yang seolah tak tersentuh
Bila mau kami akan robohkan tembok itu
Lalu kami seret ke tanah lapang sang penguasa bengis

Tembok itu sebenarnya rapuh
Kuasa penguasa tak abadi
Tembok itu sehelai selembar kapas
Tembok itu serapuh kertas tipis nan basah