Menangis di ruang yang berdinding tak
bertelinga
Melihat angka-angka menjadi hidup dan saling
berlarian
Melihat dunia dengan rendah hati
Lenyapkan tinggi hati juga angkuh dalam
berbincang
Mereka bernyanyi dan berdansa dalam ruang
pertunjukkan
Tertawa penuh bahagia seperti hari esok tak
pernah terlihat lagi
Aku terdiam dalam ruang yang penuh
gegap-gempita
Tawa yang dipaksakan lalu dansa yang
digerakkan
Mereka tak pernah tahu segala gejolak yang
terjadi dalam batin ini
Tiada bahagia yang lepas dalam ruang
hingar-bingar ini
Tawaku juga candaku hanyalah sebuah kamuflase
atas segala duka
Di ruang ini aku bisa tertawa walau hati yang
terdalam penuh rintih
Mereka bebas untuk menyebut aku sebagai
manusia berwajah masam
Dan tak hendak meluruskan segalanya tentang
yang terjadi dalam dada
Biarkanlah segalanya seperti yang mereka lihat
pada diriku
Hanya mau Tuhan saja tempat berserah setelah
selesai pesta dunia ini
Seperti seseorang yang tersesat dalam
rimbunnya hutan
Tiada manusia sebagai tempat bertanya
Hingga jiwa memasrahkan segalanya menyebut
asma Tuhan yang miliki raga
Keyakinan pada Tuhan haruslah mematri tinggi
Tak peduli mereka bilang apa tentang rasa
syukurku ini pada Tuhan
Berjalan dalam gelap dan hanya cahaya Tuhan
menjadi lentera
Jiwa-jiwa yang lelah setelah bermain dalam
urusan dunia yang sementara
Bergetarkah hati-hatimu saat bicara tentang
Tuhan namun tak berTuhan?
(Cikampek. Ahad, 12 April 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar